REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara sekutu, pada Ahad (3/9), meminta sebuah pertemuan darurat di Dewan Keamanan PBB. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk membahas uji coba bom hidrogen yang baru saja dilakukan Korut.
"Kami bersama Jepang, Prancis, Inggris, dan Korea Selatan (Korsel), telah meminta sebuah pertemuan darurat terbuka Dewan Keamanan PBB pada esok hari," ungkap Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley melalui akun Twitternya, seperti dikutip laman Anadolu Agency.
Pernyataan Haley tersebut muncul setelah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bergabung dengan beberapa pemimpin dunia mengecam uji coba bom hidrogen Korut. Menurut Guterres, tindakan tersebut jelas pelanggaran serius terhadap hukum internasional. "Tes (bom hidrogen) ini melemahkan upaya non-proliferasi dan pelucutan senjata internasional. Ini sangat mendestabilkan keamanan regional," ujar Guterres.
Presiden AS Donald Trump juga telah menyatakan bahwa negaranya tidak mengesampingkan kemungkinan serangan militer balasan terhadap Pyongyang. Namun sebelum menempuh tindakan militer, AS akan terlebih dulu mengencangkan sankso terhadap Korut. Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin mengatakan bahwa Washington tengah menggodok sanksi ekonomi baru untuk Korut. Sanksi ini, kata dia, akan mengakhiri semua perdagangan dan bisnis dengan Pyongyang.
Korut mengklaim telah berhasil menguji bom hidrogen untuk memperkuat rudal balistik antarbenua yang telah dikembangkannya. "Uji coba bom hidrogen dilakukan untuk memeriksa dan mengonfirmasi keakuratan dan kredibilitas kontrol daya. Desain struktural internal yang baru diperkenalkan untuk membuat bom hidrogen dapat ditempatkan sebagai muatan ICBM (rudal balistik antarbenua)," kata kantor berita Korut, Korean Central News Agency, tak lama setelah mereka menguji bomnya.
Uji bom hidrogen ini sempat membuat guncangan hebat berkekuatan sekitar 6,2 skala richter. Guncangan ini bahkan terasa hingga Jepang dan Rusia.