REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Peraih nobel perdamaian termuda Malala Yousafzai menunggu respons Aung San Suu Kyi untuk mengutuk tindakan brutal militer Myanmar terhadap Rohingya. Menurut gadis berusia 20 tahun asal Pakistan itu, apa yang dilakukan militer Myanmar kepada Rohingya sangat tragis dan memalukan.
"Selama beberapa tahun terakhir saya berulang kali mengutuk perlakukan tragis dan memalukan (militer Myanmar) ini. Sekarang saya masih menunggu rekan peraih nobel Aung San Suu Kyi untuk melakukan hal yang sama (mengutuk kekerasan Rohingya)," kata Malala melalui akun Twitter-nya, seperti dikutip laman The Guardian.
Ia menilai, keputusan Aung San Suu Kyi untuk mengecam dan menghentikan kekerasan terhadap Rohingya sangat ditunggu. "Dunia sedang menunggu dan Muslim Rohingya juga sedang menunggu," ujarnya.
Dalam rangkaian cuitannya, Malala menyerukan agar kekerasan terhadap Rohingya dihentikan. "Hentikan kekerasan. Hari ini kita telah melihat foto anak-anak kecil yang dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar. Anak-anak ini tidak menyerang siapapun, namun rumah mereka dibakar sampai habis," Kata Malala.
Menurutnya, jika rumah mereka bukan di Myanmar, di mana mereka tinggal selama beberapa generasi, lantas di mana tempatnya? Orang Rohingya harus diberi kewarganegaraan di Myanmar, negara tempat mereka dilahirkan.
Kekerasan di Myanmar, tepatnya di negara bagian Rakhine, kembali merebak setelah peristiwa penyerangan gerilyawan Rohingya ke pos-pos perbatasan Myanmar. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 10 polisi dan satu tentara Myanmar, 77 gerilyawan juga tewas dalam penyerangan ini.
Setelah kejadian tersebut, pasukan keamanan Myanmar menggelar operasi di Rakhine. Warga Rohingya dipindah secara paksa dan rumah-rumah mereka dibakar.
Aksi brutal militer Myanmar menyebabkan ribuan Muslim Rohingya mengungsi menuju perbatasan Myanmar untuk menyeberang ke Bangladesh. Menurut badan pengungsi PBB, ada sekitar 73 ribu Muslim Rohingya yang melintasi perbatasan menuju Bangladesh.