REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uji coba pelarangan sepeda motor di ruas Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan akan dilakukan pada 12 September. Meskipun mendapat penolakan, uji coba akan tetap berlangsung.
"Dishubtrans akan tetap melakukan uji coba pelarangan pada 12 September," ujar Sigit Wijatmoko melalui pesan singkat kepada Republika, Senin (4/9). Menurutnya sebelum uji coba, sudah dilakukan berbagai kajian. Diantaranya yakni dari forum lalu lintas hingga beberapa kali melakukan focus group discussion.
Kasubdit Gakkum Dirlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto mengatakan bahwa rencana pembatasan ruang gerak sepeda motor didasarkan pada pertumbuhan kendaraan sepeda motor. Dalam lima tahun terakhir menyentuh kurang lebih 9 sampai dengan 11 persen.
Dengan pertumbuhan kendaraan bermotor tersebut berarti sepeda motor memberikan kontribusi kemacetan yang relatif cukup tinggi. "Pembatasan tersebut bertujuan untuk menciptakan kinerja lalu lintas tetap maksimal & mengurangi kesemrawutan di jalan," jelas Budiyanto.
Lebih lanjut Budiyanto menjelaskan, perluasan pembatasan lalu lintas sepeda motor akan dilaksanakan melalui beberapa tahap. Yakni tahap sosialisasi dari tanggal 21 Agustus sampai dengan 11 September 2017.
Kemudian tahap uji coba tanggal 12 September sampai dengan 11 Oktober 2017. Terakhir penerapan dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2017.
"Yang sedang dilaksanakan saat ini, sosialisasi di medsos, cetak & elektronika dan pada kelompok - kelompok masyarakat yang terorganisir dan tidak terorganisir, ke kampus - kampus, pelajar dan lainnya," tutur Budiyanto.
Sementara itu, Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azaz Tigor Nainggolan menolak keras kebijakan pelarangan sepeda motor. "Menurut saya ini bukan hanya kebijakan salah paham, tapi gagal paham," tegasnya.
Tigor mengusulkan, jika ingin melakukan pelarangan, seharusnya sekaligus untuk kendaraan roda empat. Karena menurut hematnya, penyebab kemacetan disumbang oleh semua jenis kendaraan pribadi.
Sebagai contoh, di jalan tol tidak ada sepeda motor. Namun kemacetan juga tetap terjadi. Selain itu, pelarangan sepeda motor di Jalan MH Thamrin juga dinilai tidak efektif.
"Harusnya kalau dibangun dulu angkutan umum massal. Sepeti Transjakarta dan MRT. Baru bicara pelarangan. Termasuk taksi dan ojek harusnya dilarang," ucap Tigor. Ia berpendapat, kalau perlu seluruh kendaraan pribadi dilarang lewat jalur protokol. Dan yang diperbolehkan hanya angkutan umum massal. Selain pembangunan angkutan umum massal, Tigor menambahkan, juga diperlukan jalur pejalan kaki dan pengguna sepeda.