REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecaman terhadap kekejaman pemerintah Myanmar terhadap masyarakat etnis Rohingya terus datang dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Wakil Sekretaris Partai Hanura, Tridianto.
Menurut Tridianto, Partai Hanura mengecam keras pembantaian etnis yang terjadi di Rohingya, yang sangat memilukan hati dan tidak berperikemanusiaan. Tridianto berkata, Aung San Suu Kyi yang pernah menerima hadiah Nobel perdamaian pada 1991 lalu seharusnya malu kepada diri sendiri dan kepada masyarakat dunia atas peristiwa yang terjadi di Rakhine, Myanmar.
"Kejadian di Rohingya itu adalah sangat menyedihkan. Harusnya Nobel itu dikembalikan saja," ujar Tridianto melalui pesan singkat yang diterima Republika.co.id, Senin (4/9).
Menurut Tridianto, Partai Hanura mendukung pemerintahan Presiden Jokowi yang memberikan perhatian terhadap masalah Rohingya. Ia juga berharap Indonesia makin aktif untuk ikut mencarikan solusi.
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hermanto mengutuk tindakan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Rohingya yang sudah sampai pada level menakutkan. Pembersihan etnis yang dilakukan secara tidak berperikemanusiaan itu, dinilai karena diskriminatif terhadap agama tertentu.
"Jangankan pembersihan etnis, satu pun jiwa semestinya tidak boleh melayang karena perlakuan diskriminatif dan perbedaan agama. Agama apapun di dunia memberikan ruang seluas-luasnya bagi manusia untuk melaksanakan hak hidup, hak yang paling asasi," ujar Hermanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/9).
Pembersihan etnis di Rakhine, Myanmar, telah dilakukan dengan membunuh warga sipil dan anak-anak yang tidak berdosa. Lebih lanjut, Hermanto mendesak Pemerintah Indonesia agar berperan lebih aktif untuk menghentikan kekerasan yang menimpa Rohingya.
"Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, memungkinkan pemerintah mengambil peran aktif pada tingkat internasional dan ASEAN untuk menekan pemerintah Myanmar, agar menghentikan tindakan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Rohingya," kata dia.