REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kritikus film Wina Armada Sukardi mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis kritikus film sejak puluhan tahun terakhir. Pertama yakni telah berkurang pelatihan pendidikan kritik film dibandingkan sebelumnya, sehingga membuat pengetahuan orang dalam mengkritisi sebuah film ikut berkurang.
"Ada yang sebut jika kritik film itu memaki-maki film, padahal tidak, mengingat menjadi kritikus film harus banyak tahu tentang banyak mendasar perfilman," katanya, Selasa (5/9).
Selain berkurang pendidikan, media daring/online yang terbuka begitu besar, belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena belum banyak pengetahuan atau pendidikan kritik film. Sedangkan faktor ketiga, menurut dia, dalam film-film Indonesia yang bagus itu baru lima tahun terakhir bermunculan.
Beberapa tahun lalu, kata dia lagi, justru film-film yang dihasilkan masih bersifat pengulangan. Kondisi itulah yang tidak merangsang para menulis meski masih ada beberapa media yang konsisten melakukan itu.
"Selain itu, karena tidak adanya lagi pagelaran FFI yang biasanya memberikan apresiasi terhadap para kritikus film," ujarnya.
Mengenai kondisi tersebut, pihaknya melalui tim pokja melakukan atau menggelar workshop kritik film dan nonkritik pada tiga kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Makassar, dan terakhir akan dilaksanakan di Medan, Sumatera Utara. Ketua Tim Pokja Workshop Kritik Film itu menjelaskan, penyelengaraan kembali pelatihan kritik film ini diharapkan bisa mengangkat atau mempopulerkan kembali kritikus film di Indonesia.
"Untuk Jakarta sudah kami laksananakan, sedangkan untuk Makassar, workshop dilaksanakan 4-6 September 2017. Setelah dari sini, akan kami gelar lagi di Medan," ujarnya lagi.