REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra resmi menggugat UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pasal 222 tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20-25 persen. Menurut Yusril, yang diatur dalam pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.
"Yang memohon resmi Partai Bulan Bintang, bukan saya pribadi tapi partai sebagai institusi dan badan hukum, dan sudah dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2019. Oleh karena itu mempunyi legal standing untuk menguji norma pasal 222," kata Yusril di Gedung MK, Selasa (5/9).
Yusril pernah empat kali ditolak MK terkait gugatan presidential treshold. Oleh karenanya dia mengaku memang cukup sulit.
"Tapi di dalam permohonan ini argumentasinya agak panjang dan agak mendalam. Dan sudah empat kali ditolak. Tapi penolakan itu sebelum adanya putusan MK tentang pemilu serentak. Ini letak perbedaannya," ujarnya.
Menurut Yusril, MK pernah menyatakan bahwa kendati suatu pengaturan buruk, misalnya untuk ambang batas atau PT itu, Tapi MK tidak membatalkannya sepanjang dia tak bertentangan dengan UUD, bertentangan dengan rasionalitas, moralitas, dan bertentangan dengan keadilan yang tak bisa ditolerir. Jadi MK, menurutnya, sudah menguji dan menolak.
"Tapi bisa dibatalkan dengan tiga hal tadi," ucapnya.
Bagi Yusril, ini bukan lagi menguji dengan UUD 45 tapi dengan filsafat hukum. Karena itu argumen sift aspek hukumnya. Sebab jika dengan UUD 45 itu open legal policy kewenangan presiden dan DPR, jadi belum tentu aturan yang jelek bertentangan dengan UU.
"Ini memerlukan waktu dan mudah-mudahan bisa meyakinkan MK membatalkan (pasal 222)," tambahnya.