Selasa 05 Sep 2017 13:59 WIB

Sejuta Anak di Gaza Hidup dalam Kondisi Mengerikan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Seorang anak Palestina berdiri di depan rumahnya yang hancur akibat serangan udara Israel di Kota Gaza, Palestina.
Foto: EPA/Mohammaed Saber
Seorang anak Palestina berdiri di depan rumahnya yang hancur akibat serangan udara Israel di Kota Gaza, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Badan amal internasional yang mempromosikan hak-hak anak dan memberikan bantuan ke seluruh dunia, Save the Children, menyoroti nasib serta kondisi anak-anak di Jalur Gaza. Menurut Save the Children sekitar satu juta anak di Gaza hidup dalam kondisi mencemaskan dan mengerikan.

Save the Children mengatakan berbagai krisis di Gaza, khususnya krisis energi yang kian memburuk, telah berdampak pada kehidupan anak-anak di sana. "Krisis energi dan listrik yang terus berlanjut telah menyebabkan lebih dari satu juta anak di Gaza tak dapat tidur, belajar, bahkan bermain," ungkap Save the Children dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa (5/9).

Menurut Save the Children, terdapat sekitar 740 sekolah di Gaza yang sedang berjuang untuk tetap beroperasi walaupun tanpa suplai listrik. Sebab saat ini, pasokan listrik di Gaza hanya berlangsung selama dua hingga empat jam per hari. Kondisi tersebut memang sangat memprihatinkan dan berdampak besar pada kehidupan anak-anak di sana.

Selain susutnya suplai listrik, krisis lingkungan juga memperparah kondisi kehidupan di Gaza. Save the Children mencatat, 60 persen laut di sekitar Gaza telah tercemar akibat limbah yang tak diolah. Kemudian 90 persen sumber air di sana terlalu terkontaminasi untuk dikonsumsi manusia.

Krisis energi dan lingkungan ini tentunya akan mempengaruhi proses tumbuh dan berkembang anak-anak di Gaza. "Satu juta anak kini hidup dalam kondisi mengerikan. Kami menganggap Gaza tak bisa lagi dihuni sekarang," kata Save the Children.

Koordinator Save the Children untuk Palestina Jennifer Moorhead mengungkapkan anak-anak di Gaza telah cukup menderita selama 10 tahun terakhir. "Hidup tanpa akses terhadap layanan dasar seperti listrik telah mempengaruhi kehidupan keluarga dan kesehatan mental mereka," ucapnya.

Dampak krisis terhadap kondisi kesehatan mental anak-anak di Gaza memang menjadi salah satu hal yang cukup diamati oleh Save the Children. "Kami melihat peningkatan kecemasan, agresi, serta perubahan suasana hati," ujar Moorhead menerangkan.

Kendati demikian, Save the Children menilai kehidupan di Gaza memang tak kunjung membaik. Sebaliknya, kondisinya justru semakin parah dari hari ke hari. Oleh karena itu mereka meminta blokade terhadap Gaza dicabut untuk memulihkan kehidupan di sana.

"Kami meminta Israel untuk mencabut blokade Gaza dan bagi pihak berwenang Palestina serta Israel untuk menyediakan layanan dasar. Sebab kurangnya layanan tersebut berkontribusi terhadap meningkatnya masalah kesehatan mental di daerah kantong," kata Moorhead.

Dalam kunjungannya ke Gaza akhir Agustus lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan agar blokade terhadap Gaza dicabut setelah menyaksikan krisis kemanusiaan yang parah di sana. "Saya sangat terharu berada di Gaza hari ini. Sangat disayangkan untuk menyaksikan salah satu krisis kemanusiaan paling dramatis yang pernah saya lihat selama bertahun-tahun bekerja sebagai relawan kemanusiaan di PBB," ungkap Guterres.

Atas dasar krisis kemanusiaan tersebut, Guterres menilai sudah saatnya blokade terhadap Gaza dicabut. "Penting untuk membuka blokade yang diterapkan di daerah kantong ini," ujarnya.

Gaza dihuni sekitar dua juta penduduk. Sejak April lalu, Gaza telah menghadapi krisis energi dan listrik. Salah satu pemicu krisis ini adalah perselisihan antara Hamas, yang mengatur Gaza, dengan Otoritas Palestina di Tepi Barat.

Beberapa upaya rekonsiliasi antara Hamas dengan Otoritas Palestina yang dpimpin tokoh Fatah, yakni Mahmoud Abbas, telah gagal dilakukan. Kendati demikian Otoritas Palestina masih tetap membayar Israel untuk sebagian listrik yang disuplai ke daerah kantong tersebut.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

  • 1 kali
  • 2 kali
  • 3 kali
  • 4 kali
  • Lebih dari 5 kali
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement