Rabu 06 Sep 2017 07:22 WIB

13 Tahun Berlalu, Investigasi Pembunuhan Munir Masih Misteri

Rep: RR Laeny Sulistywati/ Red: Bilal Ramadhan
Mural wajah Munir di salah satu gang di Jalan Raya Puspitek, Pamulang, Tangerang Selatan.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Mural wajah Munir di salah satu gang di Jalan Raya Puspitek, Pamulang, Tangerang Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mempertanyakan hasil investigasi pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib yang belum terungkap dan dokumen hasil tim pencari fakta (TPF) yang masih menjadi misteri. Padahal, pembunuhan Munir sudah terjadi sejak 2004 lalu.

Usman menjelaskan, ketika proses investigasi kasus Munir berjalan saat itu, aparat yang dibentuk oleh kepolisian justru bukan bekerja untuk mengusut kasus. Sebaliknya, mereka malah menutup perkara ini.

"Itulah sebabnya tim pencari fakta dari awal merekomendasikan perombakan tim dengan jumlah lebih banyak 35 orang reserse dari berbagai Polda," ujarnya saat acara Diskusi Publik bertema 'Munir, Demokrasi dan Perlindungan Pembela HAM', di Jakarta, Selasa (5/9).

Ia menyebut saat itu ketika ia menjadi salah satu anggota tim telah melakukan komunikasi untuk mengajak aparat membantu invstigasi kasus ini. Tetapi mereka menolak rekonstruksi di Garuda Indonesia, menolak mengambil rekaman kamera pengawas (CCTV) di Singapura, menolak pemeriksaan orang-orang Garuda yang ia duga saat itu terlibat berdasarkan kejanggalan-kejanggalan dokumen-dokumen, laporan  Pollycarpus Budihari Priyanto yaitu pilot Garuda yang satu pesawat dengan Munir.

"Tapi mereka menolak untuk investigasi. Bahkan mereka juga menolak rekomendasi kami mengenai investigasi telpon Pollycarpus, nomor handphone," katanya.

Sampai akhirnya pihaknya harus lapor ke Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memanggil Kepala Kepolisian Indonesia, kepala Badan Intelijen Negara (BIN) untuk diminta komitmennya bekerja sama membantu Tim Pencari Fakta.

Saat itu, kata dia, kepala BIN mengatakan dokumen akan diberikan tapi pelaksanaanya tidak diberikan. Sebagai sekretaris TPF dan pihaknya koordinasi sampai TPF bubar, dokumen-dokumen itu tidak juga diberikan.

"Hukum selalu ada dibalik orang yang punya kekuasaan. Saya kira tugas kita semua untuk mengingatkan presiden Joko Widodo (membuka dan investigasi kembali kasus Munir)," ujar pria yang saat itu sebagai aktivis Kontras.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement