REPUBLIKA.CO.ID, BRAZIL — Olimpiade Rio de Janerio, yang merupakan Olimpiade pertama di Amerika Selatan, kini dirundung masalah kasus gratifikasi. Investigator Brazil menyatakan bahwa politikus sekaligus ketua Olimpiade nasional negara tersebut terlibat mengatur suap senilai dua juta dolar AS agar Rio de Janeiro terpilih sebagai tuan rumah Olimpiade 2016 meskipun memiliki persyaratan terburuk untuk menggelar pesta olahraga sejagat itu.
Reuters melaporkan, seperti dilansir dari Antara pada Rabu (6/9), polisi di Rio de Janeiro menggeledah rumah ketua Komite Olimpiade Brazil Carlos Arthur Nuzman. Penggeledahan ini setelah jaksa menuduhnya berkonspirasi dengan mantan gubernur negara bagian Sergio Cabral.
Cabral sudah didakwa secara terpisah dalam kasus korupsi, untuk membeli Olimpide itu. Pengacara Nuzman, Sergio Mazzillo mengatakan kliennya tidak bersalah.
Rio de Janeiro memenangi hak sebagai tuan rumah Olimpiade 2018 melalui pemilihan di Kopenhagen pada 2009, setelah kota wisata di Brazil itu mengalahkan Chicago, Tokyo dan Madrid. Rio kalah dalam pemungutan suara putaran pertama dari Madrid, namun bangkit pada putaran ketiga dengan keunggulan 66-32 suara.
Kemenangan tersebut disambut dengan suka cita oleh para pejabat dan masyarakat Brazil.
Namun, jaksa menuduh adanya persekongkolan yang dipimpin oleh Cabral untuk memberi uang suap sebesar 2 juta dolar kepada Lamine Diack. Lamine Diack pernah menjadi anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan kini ditahan di Paris, Prancis.
Pemberian uang itu agar Diack memengaruhi anggota IOC lainnya dari Afrika agar memberi suaranya untuk Rio de Janeiro, sementara Nuzman bertugas menjadi perantara kedua belah pihak.
Surat kabar Prancis Le Monde pertama kali melaporkan Maret lalu mengenai adanya pembayaran kepada keluarga Diack tiga hari sebelum voting IOC untuk memilih tuan rumah Olimpiade 2016.
Polisi Brazil dalam penyelidikan yang dimulai sebulan bulan lalu tersebut bekerja sama dengan pihak berwenang Prancis. Di Paris, jaksa mengatakan hasil penyelidikan mengungkapkan ada skema korupsi yang mengarah kepada Papa Massata Diack, anak dari Lamine Diack.
Papa Massata Diack, kepada Reuters di Senegal, mengatakan ia siap untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah kepada investigator Prancis kalau datang ke negara Afrika Barat itu. "Mereka tidak punya bukti. Mereka hanya ingin membenarkan mengapa mereka menahan ayah saya di Paris," katanya.
Sekarang ini, hampir setiap proyek infrastruktur yang terkait dengan Olimpiade di Brasil itu dalam penyelidikan. Jaksa menuduh perusahaan-perusahaan kontraktor utama telah menyuap para politisi dan pejabat lainnya untuk memenangi kontrak bernilai jutaan dolar.
Jaksa Fabiana Schneider mengatakan dalam konferensi pers Selasa (5/9) hal yang menyolok terkait kemenangan Rio de Janeiro adalah kota itu menang meskipun sebagai kandidat terburuk dibanding kandidat lainnya saat pemilihan di IOC delapan tahun lalu. "Olimpiade digunakan sebagai ‘trampolin’ besar untuk korupsi," kata Schneider seraya menambahkan bahwa miliaran dolar dibelanjakan untuk proyek-proyek konstruksi.
Sebagian besar proyek infrastruktur itu dikerjakan oleh perusahaan yang kini dalam penyelidikan polisi. Perusahaan-perusahaan itu mengakui telah membayar uang suap dalam jumlah besar kepada politisi dan mantan pejabat di perusahaan pemerintah agar dapat memenangi kontrak.
Kejaksaan menduga praktik serupa juga dilakukan untuk Piala Dunia 2014, di mana Brazil sebagai tuan rumah. Masih terkait dalam operasi penyelidikan, seorang hakim federal memerintahkan penyitaan paspor Nuzman, yang diduga menyuap Lamine Diack, mantan ketua federasi atletik dunia (IAAF) untuk memberi suara dalam pemilihan tuan rumah Olimpade 2016.
Setelah pemberitaan itu, IOC mengatakan telah memulai investigasi atas dugaan-dugaan itu, sementara juru bicara Olimpiade Rio 2016 Mario Andrada menegaskan, voting pada 2009 itu bersih.