REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Herry Suhardyanto MSc mengatakan alokasi subsidi perlu dievaluasi agar lebih efektif, hal ini sejalan dengan arahan Presiden yang menetapkan kebijakan membangun dari pinggiran dan memberikan perhatian besar kepada desa, diperkuat dengan pengembangan pendekatan integrasi hulu hilir yang berbasis agrologistik.
"Subsidi pupuk yang nilainya sekitar Rp3 triliun perlu dirancang ulang dengan berbasis evidence kebenaran ilmiah sehingga lebih efektif dalam memberdayakan petani," kata Herry dalam sambutannya pada Sidang Terbuka "Dies Natalis" IPB ke-54 di Kampus Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/9).
Sidang Terbuka dalam rangka "Dies Natalis" IPB ke-54 dihadiri Presiden Joko Widodo yang menyampaikan orasinya, disaksikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, M Nasir, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, dan Bupati Bogor, Nurhayanti.
Rektor mengatakan peningkatan kesejahteraan para petani perlu lebih diutamakan dibandingkan pencapaian swasembada produksi. Rantai pasok komoditas pertanian juga perlu didorong untuk berkembang dan menjadi lebih efisien.
"Kami mengusulkan agar subsidi pupuk dialihkan menjadi bentuk lain yang lebih efektif meningkatkan kesejahteraan petani," katanya.
Herry mencontohkan bentuk lain dari subsidi pupuk seperti sistem irigasi lokal yang pemeliharaannya tidak mahal, unit penanganan lepas panen pedesaan dan industri pengolahan hasil pertanian, sistem agrologistik yang meliputi pemasaran berbagai fasilitas logistik pertanian/pedesaan, jaringan jalan usaha tani, dan sebagainya.
"Kami mengusulkan perlunya secara konsisten kita menegakkan kebijakan yang berbasis ilmu pengetahuan (science-based policy) di bidang pertanian," katanya.