REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit mengatakan, rencana aksi 5.000 pengendara sepeda motor atau bikers terhadap uji coba pelarangan sepeda motor melintasi rute Bundaran HI-Bundaran Senayan adalah reaksi dari masyarakat yang frustrasi. Sebab, masyarakat harus memiliki mobilitas yang cukup untuk beraktivitas.
"Apakah dia punya tujuan ekonomi, apa tujuan sosial, atau tujuan pendidikan untuk bergerak. Kan sebenarnya dan sampai hari ini pilihan yang paling banyak dan paling rasional adalah naik sepeda motor," ujar Danang saat dihubungi oleh Republika.co.id, Rabu (6/9).
Danang mengungkapkan pelarangan tersebut memiliki dua konsekuensi. Pertama, harus ada penyediaan alternatif angkutan ke kawasan terlarang sepeda motor. Kedua, pengendara yang memiliki tujuan utama ke kawasan terlarang sepeda motor harus mendapat prioritas.
"Jadi saya kira jadi persoalan besar itu adalah mereka yang harus kita prioritaskan pertama kali adalah mereka yang tujuan perjalanan mereka ke kawasan Sudirman, yaitu masuk kategori kawasan dilarang sepeda motor. Itu yang harus kita pikirkan dulu," katanya.
Selain itu jika berkaca pada Pemerintah Singapura, Danang menegaskan seharusnya pemerintah membenahi transportasi terlebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan larangan sepeda motor di rute Bundaran HI-Bundaran Senayan. Pada sekitar 1976, pemerintah Singapura melarang parkir di badan jalan, tetapi dua tahun sebelumnya Pemerintah Singapura membenahi sarana transportasi secara besar-besaran. "Jadi selalu masyarakat itu diberi alternatif untuk mobile. Semakin mobile masyarakat, semakin sejahtera pasti," ujarnya.
Rencananya, 5.000 pengendara sepeda motor atau bikers menggelar aksi pada Sabtu (9/9). Mereka akan melakukan aksi dari Patung Panahan sampai IRTI Monumen Nasional serta berkonvoi di rute jalan yang dilarang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.