REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengakui adanya rencana penataan sistem peradilan pidana atau criminal justice system oleh Panitia Khusus Angket terhadap KKP, menyusul temuan-temuan dugaan penyimpangan oleh KPK. Namun, ia mengklarifikasi terkait wacana pemangkasan kewenangan KPK dalam hal penindakan.
"Kemarin saya diprotes oleh temen-temen, kok saya mikir, misalnya kewenangan penuntutan KPK itu dihilangkan? Saya enggak bilang begitu," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (6/9).
Menurutnya, memang dalam diskusi informal internal Komisi III DPR ada usulan-usulan penataan kelembagaan penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana. Salah satunya, yakni agar memisahkan kewenangan lembaga untuk melakukan penuntutan, penyidikan, dan penyelidikan secara sekaligus.
Artinya, kata Sekretaris Jenderal PPP tersebut, lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan tidak melakukan penuntutan. Sebaliknya, lembaga penegak hukum yang melakukan penuntutan tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan.
"Ada pikiran-pikiran lembaga penegak hukum melakukan penyelidikan dan penyidikan, tidak melakukan penuntutan. Lembaga hukum yang melakukan penuntutan, tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan," katanya.
Menurutnya, jika konsep tersebut nantinya menjadi politik hukum baru DPR dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang, maka konsekuensinya tidak hanya berpengaruh kepada KPK semata, tetapi juga kejaksaan.
"Kejaksaan tidak bisa juga menyelidik dan menyidik tipiter, tindak pidana tertentu, termasuk korupsi. Jadi yang kalau mau pakai istilah untung rugi, malah kejaksaan yang paling rugi. Bukan hanya korupsi, melainkan banyak tindak pidana yang dia sidik," katanya.