REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berharap, Mahkamah Konstitusi bisa memutuskan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dengan tetap memperhatikan kerangka waktu tahapan penyelenggaraan Pemilu 2019. Menurut Titi, apabila putusan Mahkamah Konstitusi memberikan waktu yang sempit maka akan berimplikasi pada persiapan tahapan Pemilu yang dirancang KPU.
"Kami berharap MK bisa cepat memutuskan tapi tetap tidak keluar dari kontekstualitas uji materi UU Pemilu," ujar Titi kepada Republika.co.id, Rabu (6/9).
Sebelumnya, Perludem turut mengajukan permohonan uji materi UU Pemilu kepada MK. Perludem menggugat Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 hingga 25 persen. "Kami tentu berharap permohonan Perludem dikabulkan MK. Tapi, secara keseluruhan MK perlu bekerja dengan memperhatikan tahapan pemilu," ujarnya.
Ia mencontohkan, pencalonan presiden dilakukan delapan bulan sebelum pemungutan suara atau sekitar September 2018. Ia mengaku, keputusan MK sangat ditunggu mengingat sebelum pencalonan dibuka diperlukan konsolidasi antar partai yang baik.
"Konsolidasi itu tentu bukan tiba-tiba karena kita berharap koalisi yang terbangun nantinya adalah koalisi yang solid," ujar Titi.
Selain gugatan soal ambang batas presiden beberapa pihak juga menggugat ihwal verifikasi partai politik. Titi mengingatkan, salah satu tahapan terdekat sesuai pernyataan KPU adalah dimulainya proses pendaftaran verifikasi parpol pada 3 Oktober 2017.
"Kalau keputusan MK sangat mepet bisa mengurangi kualitas pelaksanaan verifikasi parpol," ujar Titi.
Titi juga berharap putusan MK tetap memperhatikan kontekstualitas uji materi dari pemohon. "Ini seperti permohonan Teman Ahok soal pencalonan calon perseorangan. Pilkada sudah selesai tapi putusannya baru keluar. Nah, putusan itu kan jadi tidak memiliki kontekstualitasnya lagi," ujar Titi.