REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) yang diajukan oleh mantan juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto. Dalam sidang yang digelar pada Rabu (6/9), terungkap sejumlah hal yang diduga tidak sinkron terhadap proses penerbitan Perppu Ormas.
Kuasa Hukum Ismail Yusanto, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan temuan tersebut berawal dari pemutaran video berdurasi dua menit sebelum mendengarkan keterangan saksi pemohon dan ahli pemohon. Video muktamar HTI itu sempat diputar sebelum Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo memberikan keterangan dari pihak pemerintah dalam sidang uji materi Perppu Ormas pada pekan lalu.
"Pak Tjahjo tidak pernah menerangkan pada tahun berapa video itu dibuat. dalam sidang diungkap bahwa video itu dibuat pada 2 Juni 2013. Jadi jika Pak Tjahjo mengatakan bahwa itu bagian dari keterangan pemerintah untuk menjelaskan ada hal ikhwal kegentingan yang memaksa dikeluarkannya Perppu, maka dari mana letak kegentingan yang memaksa itu?" ujar Yusril kepada wartawan di Gedung MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (6/9).
Dia menekankan ada selang waktu empat tahun dari waktu dokumentasi video hingga diterbitkannya Perppu Ormas pada 2017. Selanjutnya, kata Yusril, setelah saksi pemohon dimintai keterangan apakah dia pernah dipanggil pemerintah untuk memberikan keterangan mengenai isi video, yang bersangkutan menjawab tidak pernah.
"Saksi ditanya 'apakah pernah dipanggil oleh penegak hukum bahwa pimpinan HTI kalau dia mengajak pada paham khilafah, baik oleh pemerintahan Pak SBY atau Pak Jokowi?', dia bilang 'tidak pernah'," kata Yusril.
Merujuk kepada dua hal di atas, Yusril menegaskan ada hal yang diduga janggal dalam penerbitan Perppu Ormas. Proses penerbitan Perppu dinilai tidak sinkron dengan pertimbangan kondisi kegentingan yang memaksa.