REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX 2009-2014 dari Fraksi Partai Golkar Charles Jones Mesang divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan karena terbukti menerima suap terkait penambahan anggaran dana tugas pembantuan tahun 2014 di Kementerian Tenaga Kerja (sekarang bernama Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Charles Jones Mesang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 4 tahun ditambah denda Rp200 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 2 bulan kurungan," kata Ketua Majelis hakim Hariono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (7/9).
Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Charles 5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan. Putusan tersebut adalah strafmaat (besaran pidana) yang paling kecil dari dakwaan yang terbukti terhadap Charles yaitu pasal 12 huruf a UU nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Putusan ringan itu karena Charles sudah mendapatkan status justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK No KEP.967/01-55/08/2017. Selain pidana penjara, majelis hakim yang terdiri dari Hariono, Emilia, Hastono, Ugo dan Titi Sanswi juga memutuskan pencabutan hak politik Charles.
"Hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 2 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tambah hakim Hariono. Hal itu sesuai dengan tuntutan JPU KPK.
Selanjutnya hakim juga memutuskan untuk merampas untuk negara sejumlah uang yang telah dititipkan Charles ke KPK yaitu sebesar Rp8,564 miliar.
"Menyatakan uang Rp8,564 miliar dirampas oleh negara yaitu berasal dari uang yang dikembalikan terdakwa pada saat penuntutan yaitu Rp1 miliar, saat persidangan yaitu pada 25 Juli 2017 sebesar Rp5 miliar, pada 26 Juli 2017 sebesar Rp1 miliar, pada 31 Juli 2017 Rp1,314 miliar dan pada 31 Agustus 2017 sebesar Rp250 juta," jelas hakim Hariono.
Padahal, Charles sejak masa penyidikan hingga persidangan sudah menitipkan uang Rp9,55 miliar dengan perincian, uang yang dikembalikan Charles saat penyidikan perkara atas nama Jamaluddien Malik sejumlah 80 ribu dolar AS yang saat itu setara Rp986 juta dan uang yang dikembalikan Charles saat persidangan perkara a quo sejumlah Rp8,564 miliar sedangkan sisanya Rp200 juta sudah dikembalikan oleh Achmad Said Hudri.
Dalam perkara ini, mantan Dirjen Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KTrans) Jamaluddien Malik dan Achmad Said meminta bantuan Charles untuk memperjuangkan anggaran tugas pembantuan 2014 di Komisi IX dan Badan Anggaran.
Agar proses pembahasan lancar, Charles menjanjikan akan memberikan sejumlah uang kepada beberapa anggota komisi IX DPR dan untuk merealisasikannya terdakwa meminta fee terhadap Achmad Said Hudri sebesar 6,5 persen dari jumlah anggaran yang akan diterima Ditjen P2KTrans. Fee itu akan dibagikan kepada anggota badan anggaran sebesar 5 persen, anggota Komisi IX DPR sebesar 1 persen, dan untuk Charles 0,5 persen.
Realiasi yang diberikan melalui Achamd Said Hudri, Jamaluddien Malik, Syafruddin dan Sudarti dari 16 kepala dinas yang membidangi transmigrasi atau penyedia barang/jasa pada beberapa daerah seluruhnya berjumlah Rp14,65 miliar dengan jumlah bervariasi antara Rp200 juta hingga Rp3,4 miliar sehingga total berjumlah Rp9,75 miliar.
Atas putusan itu, Charles menerima putusan.
"Kami menerima dengan baik apa yang diputuskan majelis hakim terima kasih," kata Charles.