REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Penderitaan kaum Muslim Rohingya terus menuai simpati. Banyak suara yang mengkritik pemimpin de-facto Myanmar, Aung San Suu Kyi. Sebab, peraih Hadiah Nobel bidang perdamaian dunia itu dinilai tidak berbuat apapun untuk keamanan etnis yang berabad-abad lamanya menghuni negara bagian Rakhine, Myanmar.
Situs penggalang petisi, change.org, memuat ajakan global yang dipelopori Hussein Mohamed dan Najma Maxamed. Keduanya atas nama Mu''min Believer Organization dari London, Inggris. Laman itu berupaya mengumpulkan dukungan dari warganet untuk menyeret Aung San Suu Kyi ke Mahkamah Pidana Internasional.
Hingga sore ini, Kamis (7/9), sebanyak 318.295 orang telah menandatangani petisi tersebut.
Rencananya, begitu target 500 ribu pendukung terpenuhi, petisi ini akan dibawa kepada pemimpin Partai Buruh Inggris Raya, Jeremy Corbin, dan PM Inggris Raya Theresa May.
Dalam uraiannya di situs change.org, Mohamed dan Maxamed menegaskan adanya genosida yang sedang terjadi atas etnis Rohingya. Itu berdasarkan hasil penelusuran antara lain oleh mantan sekjen PBB Kofi Annad dan sejumlah pemberitaan media massa internasional.
"Penyiksaan ini (atas etnis Rohingya) terjadi hanya karena keyakinan agama mereka yang minoritas di sana, khususnya lantaran mereka menjalankan ajaran Islam. Kalangan militer dan pemerintahan (Myanmar) menilai itu (Islam) sebagai agama asing di luar agama resmi yakni Buddha. Segelintir kaum Buddha di sana pun, semisal para biksu, ikut angkat senjata dan melumat habis orang-orang (Rohingya) tak berdosa dan desa-desa tempat tinggalnya," demikian kutipan dari laman change.org, Kamis (7/9).
Hingga kemarin, Aung San Suu Kyi masih bersikap tidak simpati terhadap etnis Rohingya. Sembari berdalih telah melindungi Rohingya, putri Jenderal Aung San itu juga menuding terorisme sebagai dalang nirstabilnya situasi sosial di Rakhine.