Sabtu 09 Sep 2017 01:38 WIB

Masyarakat Diimbau Jangan Beli Obat dan Kosmetik Daring

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Gita Amanda
Kosmetik ilegal
Foto: Antara
Kosmetik ilegal

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penjualan obat, obat tradisional dan kosmetik melalui peredaran daring masih marak. Padahal tahun lalu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, menyatakan ada 800 situs yang ditutup karena menjual obat, obat tradisional dan kosmetik ilegal.

"Meskipun tahun lalu sudah banyak situs yang ditutup, tahun ini masih tumbuh ratusan situs lagi," kata Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta I Gusti Ayu Adhi Aryapatni pada Republika.co.id, Jumat (8/9).

Kebanyakan yang dijual melalui daring dan situsnya ditutup berupa kosmetik. Sebab dijual ilegal dan biasanya mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, rhodamine B dan hidrokinon. Oleh karena itu Ari, sapaan I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membeli obat, obat tradisional dan kosmetik yang dijual secara daring.

"Kalau beli secara daring biasanya kan membayar dulu dan baru dikirim. Sementara kita tidak tahu keamanannya. Sehingga yang rugi konsumen kalau barang tersebut mengandung bahan berbahaya," katanya.

Ia mengatakan walaupun iklannya menyatakan kosmetik atau obat yang dijual secara daring itu memenuhi syarat dan ada ijin edarnya serta bisa dicek di BPOM lewat aplikasi android, tetapi lebih baik diihindari.

Sebaiknya kalau beli obat di apotek yang sudah terjamin keamanannya. Di bagian lain Ari mengungkapkan saat ini obat tradisional ilegal yang beredar di Yogyakarta sudah jauh berkurang. Tetapi masih ada karena masyarakat masih mencari. Biasanya tidak didisplay dan merupalan stok lama.

"Dulu tahun 2015 kami menemukan oba tradisional ilegal dari distributor sampai empat truk. Sekarang dari hasil investigasi BBOM di Yogyakarta tidak menemukan lagi sumber-sumber yang besar, biasanya hanya naik sepeda motor," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement