REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menyarankan pemerintah dan DPR untuk tetap mewaspadai kenaikan suku bunga Bank Sentral AS The Fed pada 2018 dan menjadi pertimbangan dalam menentukan asumsi nilai tukar rupiah dalam RAPBN 2018.
Hal tersebut disampaikan Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara saat rapat kerja pemerintah, BI, dan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/9). "Situasi 2018, kami sarankan lebih baik kita berhati-hati karena tren dari kenaikan suku bunga AS ini akan terus berlanjut. Tahun ini mungkin hanya naik dua kali, tapi tahun depan naik itu sudah pasti, tapi apakah dua, tiga kali, atau lebih, harus terus dipantau," ujar Mirza.
Mirza menuturkan, apabila suku bunga The Fed meningkat, maka daya tarik mata uang dari negara-negara berkembang (emerging market) termasuk Indonesia, menjadi berkurang dibandingkan situasi pada tahun ini. "Itu mengapa kami menaruh 'range' yang lebih konservatif di proyeksi kurs 2018," kata Mirza.
BI memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS untuk 2018 yaitu Rp 13.500-Rp 13.700 per dolar AS. Sementara itu, asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam RAPBN 2018 yaitu Rp 13.500 per dolar AS. Kendati demikian, Mirza juga mengungkapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa mencapai Rp 13.400 per dolar AS pada 2018, tetapi itu merupakan batas maksimum untuk menjaga agar ekspor Indonesia tetap kompetitif. "Kurs Rp 13.400 masih bisa masuk range tapi lebih kuat dari itu kurang baik. Kurs adalah keseimbangan agar ekspor kompetitif tapi impor yang tidak produktif bisa ditahan," ujar Mirza.