REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Ahli Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Noor Azis Said menjadi saksi ahli dalam sidang pemberian keterangan palsu dalam persidangan kasus KTP-el dengan terdakwa Miryam S Haryani. Dalam sidang tersebut, Noor Azis mengungkapkan bahwa tidak ada tekanan dari penyidik KPK kepada Miryam.
"Menurut pendapat saya, tidak ada daya paksa baik itu daya paksa absolut, daya paksa relatif dan daya paksa biasa," ujar Noor saat memberikan kesaksian di persidangan di PN Tipikor Jakarta, Kemayoran, Senin (11/9).
Noor menjelaskan bahwa ada tiga jenis daya paksa. Pertama ada daya paksa absolut yang membuat seseorang tidak bisa sama sekali melawan paksaan tersebut. Daya paksa kedua, adalah daya paksa relatif di mana seseorang dapat melawan paksaan tersebut.
Daya paksa ketiga adalah daya paksa biasa di mana seseorang betul-betul bisa melawan paksaan tersebut. Dalam konteks tekanan yang dirasakan Miryam dari penyidik KPK, menurut Noor, itu tidak tidak termasuk ke dalam tiga klasifikasi daya paksa itu.
Bahkan, lanjut Noor, kalaupun ingin dimasukan ke dalam klasifikasi itu, maka masuk ke klasifikasi ketiga, yakni daya paksa biasa di mana Miryam sebetulnya sangat mungkin untuk melakukan perlawanan karena tidak ada ancaman apapun yang dirasakan kepada dirinya.
Dalam proses pemeriksaan di KPK, Noor mengatakan bahwa sebelum berita acara pemeriksaan (BAP) ditandatangani pihak yang diperiksa, penyidik memberikan kesempatan kepadanya untuk merevisi kembali BAP dirinya. "Apalagi diberikan kesempatan untuk membaca kembali dan memperbaiki," kata dia.