REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Harga rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah bakal naik pada 2018. Harga rumah bersubsidi dari Rp 123 juta naik menjadi Rp 130 juta per unit.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Harriadi Benggawan di Palembang, Senin (11/9) mengatakan, kenaikan harga ini diperkirakan tidak langsung diikuti pengembang. Karena saat ini daya beli masyarakat sedang menurun.
"Harga ketetapan pemerintah ini akan dijadikan acuan harga jual tertinggi untuk penjualan rumah subsidi, tapi jika pengembang merasa masih sulit diterima pasar maka boleh saja memakai harga yang lama. Kemungkinan besar akan ada penyesuaian terlebih dahulu baru dinaikkan," kata dia.
Ia mengatakan bahwa sektor properti mengalami penurunan sejak tiga tahun terakhir di Sumsel seiring dengan jatuhnya harga komoditas karet. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mendorong program satu juta rumah ini, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Pemerintah telah menggandeng kalangan pengembang dan perbankan sehingga hanya menerapkan bunga lima persen selama 20 tahun dan uang muka satu persen dari harga rumah. Kenaikan harga rumah subsidi pada tahun depan diperkirakan akan mempengaruhi sisi penjualan.
"Sektor properti sebenarnya tumbuh untuk rumah bersubsidi, sedangkan untuk rumah mewah masih negatif. Meski tumbuh, tapi masih belum sesuai harapan," kata dia.
Salah seorang pengembang perumahan di Kota Palembang mengeluhkan sulitnya memasarkan rumah ke kalangan pekerja informal lantaran mereka tidak memiliki jaminan ketika mengajukan kredit ke bank. Dirut PT Sriwijaya Griya Cemerlang (SGC) Kesyar Saropi mengatakan pemerintah telah berupaya membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah tapi tetap saja sulit karena perbankan tetap membutuhkan jaminan.
"Setelah program satu juta rumah berjalan kurang lebih dua tahun, dirasakan progresnya lambat karena untuk kalangan pekerja informal bisa dikatakan sulit mencari pasarnya," kata dia.
Meski pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dengan tujuan agar masyarakat dapat lebih mudah untuk memiliki rumah. Seperti bantuan uang muka dan penurunan suku bunga serta penambahan tenor kredit, tetap saja sulit mendongkraknya. Kondisi ini sangat disayangkan mengingat lebih dari 70 persen masyarakat baik secara nasional maupun di Sumsel pada khususnya bekerja di sektor informal.