REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mendorong dunia usaha bisa menerbitkan Surat Berharga Komersial (SBK) atau Commercial Paper. Tujuannya untuk menambah alternatif sumber pendanaan jangka pendek selain dari kredit perbankan.
Hanya saja demi kemanan dan kepercayaan investor, BI menerapkan aturan ketat bagi korporasi yang ingin menerbitkan SBK. Salah satunya, perusahaan itu harus memiliki peringkat yang ekuivalen layak investasi atau investment grade.
Asisten Direktur Departemen Keuangan Pasar Keuangan BI Agus Seno Aji mengatakan, meski syarat yang diajukan cukup ketat namun diperkirakan potensi penerbit SBK cukup besar. Pasalnya sudah banyak perusahaan memiliki peringkat tersebut.
"Berdasarkan data pada 2016, ada 496 perusahaan yang memiliki saham tercatat atau listed di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari total tersebut, sebanyak 88 perusahaan memiliki rating penerbit investment grade," tutur Agus di Gedung BI, Jakarta, Senin, (11/9).
Kemudian, ia menyebutkan, ada 40 perusahaan yang memiliki obligasi listed di BEI. Dari jumlah itu, 13 di antaranya mempunyai rating penerbit investment grade. Maka total potensinya sekitar 101 perusahaan.
Direktur Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsyah menambahkan, SBK dapat menjadi alternatif instrumen sehingga memperdalam pasar keuangan. "Dengan begitu juga akan tingkatkan transmisi kebijakan moneter," katanya.
Ia menjelaskan, saat ini harus terus dilakukan perbaikan di pasar uang terutama menambah instrumen. Hal itu karena, instrumen yang ada masih terbatas, sehingga transaksi lebih banyak terjadi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
"Instrumen jangka pendek selama ini terbatas di NCD, SPN, dan lainnya. Jadi penambahan instrumen perlu sebagai pilihan bagi pelaku pasar," kata Nanang.