REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Jokowi dan Jusuf Kalla berkomitmen untuk wujudkan perekonomian yang berkeadilan, termasuk di sektor pertanian. Upaya mewujudkan sistem pertanian yang berkeadilan di antaranya difokuskan untuk meningkatkan kesejahteraan petani sebagai penggerak utama sektor pertanian.
“Kami berkomitmen upaya peningkatan kesejahteraan petani harus menjadi nyawa dari setiap penyusunan kebijakan dan program di sektor pertanian. Untuk mewujudkan swasembada pangan, petani sebagai kunci utama keberhasilan swasembada pangan harus terjamin kesejahteraannya,” ujar Plt Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Suwandi melalui siaran persnya.
Sektor pertanian hingga saat ini masih dipercaya sebagai tulang punggung perekonomian dan sekaligus sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga bulan Februari 2017, sebesar 31,86 persen dari total penduduk bekerja atau setara 39,68 juta orang bekerja di bidang pertanian. Untuk tingkat pengangguran di desa pun menurun sebanyak 4,00 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kementan mengupayakan berbagai strategi untuk wujudkan kedaulatan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani melalui kerangka reformasi kebijakan pangan berkelanjutan. "Kami melakukan program-program prioritas berdasarkan analisis terhadap kebutuhan-kebutuhan utama yang memang dibutuhkan oleh petani," ujar Suwandi.
Dari analisis yang dilakukan, maka Kementan temukan kebutuhan utama petani meliputi rehabilitasi infrastruktur, sarana (alsintan, pupuk, benih, pestisida), pendampingan dan penguatan SDM, penanganan pasca panen, serta pengendalian harga. Untuk program pendampingan dan penguatan SDM, Kementan turut menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi nasional.
Dengan Universtias Brawijaya Malang, misalnya, saat ini Kementerian sedang mengembangkan Program Wirausaha Muda Pertanian (PWWP). Program tersebut memberikan stimulus berupa modal dan pendampingan pada kelompok anak muda untuk bertani baik secara on farm maupun off farm. Program-program semacam ini diharapkan dapat meningkatkan minat kaum muda untuk terlibat dalam sektor pertanian.
Kementan juga terus giatkan mekanisasi pertanian yang diyakini akan menekan biaya produksi pertanian. Teknologi mekanisasi dipercaya dapat meningkatkan produksi sebanyak 10 persen, mengurangi kehilangan panen 10,2 persen, dan mampu menghemat biaya produksi hingga 40 persen.
“Menteri Pertanian berulang kali menegaskan mekanisasi pertanian adalah salah satu komponen penting untuk pertanian modern. Untuk itu, Bapak Menteri terus mendorong peneliti Badan Litbang Pertanian untuk menciptakan inovasi teknologi mekanisasi modern,” ujar Suwandi.
Upaya lain yang dilakukan Kementan bersama kementerian lainnya adalah pengendalian harga. Pemerintah memberlakukan strategi floor price (Harga Pembelian Pokok atau HPP) dan ceiling price (Harga Eceran Tertinggi atau HET), terutama untuk beras sebagai komoditas pangan yang paling memengaruhi tingkat inflasi. Pemberlakuan strategi pengendalian harga ini ditujukan agar margin keuntungan terbesar yang selama ini lebih banyak dinikmati oleh pedagang perantara, bisa dialihkan kepada petani dan konsumen.
“Pemerintah ingin wujudkan sistem pertanian yang berkeadilan. Bila selama ini keuntungan lebih banyak dinikmati middlemen, maka di era pemerintahan Jokowi–JK, diharapkan petani menikmati keuntungan dari hasil produksi beras,” ujar Suwandi.
Program-program tesebut diyakini Suwandi turut berpengaruh terhadap kesejahteraan petani. Data BPS terbaru menunjukkan bahwa kemampuan daya beli petani terus meningkat seiring kenaikan nilai NTP dan NTUP. Pada bulan ini, Tercatat NTP Agustus 2017 naik 0.94 persen menjadi 101,60 dibanding bulan sebelumnya, sementara NTUP Agustus 2017 mencapai 110,61 atau naik 0,78 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.
Peningkatan yang terjadi pada bulan Agustus ini melanjutkan tren peningkatan yang juga terjadi pada bulan Juli 2017. Tercatat bahwa pada bulan sebelumnya NTP senilai 100,65 atau naik sebesar 0,12 persen dibanding NTP bulan Juni 2017. Sementara NTUP tercatat sebesar 109,75 persen atau naik 0.15 persen dibandingkan NTUP Juni 2017.