REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekeringan kembali membuat lahan pertanian puso. Meski demikian, pengamat pertanian Dwi Andreas menyatakan, kekeringan tersebut merupakan siklus alamiah yang tidak perlu dikhawatirkan.
"Tapi kalau dibilang tidak ada masalah ya salah besar," ujar Dwi, Senin (11/9).
Dwi melanjutkan, perlu diperhatikan pada panen musim kedua serangan hama yang meluas menjadi penyebab jatuhnya produksi. Hal tersebut seharusnya menjadi catatan pemerintah yang perlu diperhatikan. Sedangkan, pada musim panen ketiga ini jatuh akibat kekeringan.
Jatuhnya produksi akibat kekeringan membuat banyak petani yang tidak melakukan penanaman padi. "Kecuali di daerah irigasi teknis," ucap Dwi.
Sementara, lahan irigasi non-teknis tidak akan bisa dilakukan penanaman lagi. Terkait irigasi teknis, lanjut Dwi, pemerintah pun gencar melakukan pembangunan infrastruktur guna mengairi sawah warga.
Adapun program asuransi petani diakui guru besar IPB ini berjalan cukup baik. Sebab, dapat membantu para petani seandainya terjadi gagal panen. Sedikitnya petani akan menerima Rp 6 juta per hektare jika puso. "Tapi karena belum banyak yang mengikutinya jadi dampaknya tidak signifikan," kata Dwi.