REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Muslim Ayub berpandangan bahwa pembunuhan terhadap Muslim Rohingya yang dilakukan milter Myanmar tanpa membedakan jenis kelamin dan usia adalah bentuk pembersihan etnis. Maka, kata Ayub, Indonesia harus mengambil peran yang lebih jauh guna menghentikan kekejaman di negara tetangga tersebut.
Kemudian sebagai sesama negara ASEAN, Indonesia bisa memainkan peran politik bebas aktifnya tanpa melakukan intervensi internal Pemerintahan Myanmar. Pemerintah Indonesia tidak cukup hanya mengimbau dan mencegah agar kekerasan terhadap Muslim di kawasan Rakhine.
“Aung San Suu Kyi yang terkesan membiarkan aksi militer negaranya itu, layak dibawa ke Mahmakah Pidana Internasional," ujar Muslim dalam keterangan tertulisnya, Senin (11/9).
Ayub menambahkan, sikap mendiamkan, sama dengan mendukung kejahatan tersebut. Beberapa relawan kemanusiaan yang ingin memberikan bantuan dipersulit oleh pemerintah Suu Kyi. Bahkan tim pencari fakta bentukan PBB pun tidak diberi akses. “Ia tidak layak lagi menyandang gelar sebagai tokoh penerima Nobel perdamaian," jelas politikus Partai Amanat Nasional (PAN).
Karena itu, Ayub meminta Indonesia harus lebih tegas memainkan perannya. Tidak hanya mengimbau agar pemerintah sipil Myanmar mengendalikan aksi militer negaranya dan menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan. Sebab itu tidak memberi jaminan hal serupa tidak akan terulang.
"Menurut saya perlu juga dipertimbangkan untuk menggalang kekuatan baik dengan negara-negara sesama anggota ASEAN maupun negara-negara Muslim yang tergabung dalam OKI untuk memberikan sanksi bagi Myanmar," ujar Ayub.
Myanmar harus diberi penyadaran bahwa penghormatan terhadap kemanusiaan, tanpa memandang suku dan agama adalah bagian dari menjunjung tinggi nilai kemanusiaan universal. Bahan bila perlu keanggotan Myanmar di ASEAN ditinjau ulang. Sebab, menurut Ayub, Indonesia sebagai negara besar dan diperhitungkan bisa menginisiasi hal tersebut.