REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi III DPR akan menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Tata Cara Penyadapan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2011 yang menyatakan pembatasan hak asasi manusia melalui penyadapan harus diatur dengan undang-undang untuk menghindari penyalahgunaan wewenang yang melanggar HAM.
"Komisi III DPR akan ambil inisiatif untuk membuat RUU tentang Tata Cara Penyadapan sebagai inisiatif DPR karena berdasarkan keputusan MK bahwa penyadapan itu harus diatur dengan UU sendiri," kata Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo usai Rapat Kerja Komisi III DPR dengan KPK di Jakarta, Selasa (12/9).
Ia menjelaskan tentang mengapa tata cara penyadapan harus diatur melalui UU karena tidak hanya dilakukan KPK namun di berbagai lembaga negara juga melakukannnya, seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Namun, dia mengatakan memang hanya KPK yang tidak membutuhkan izin ketika ingin menyadap dan BIN tidak perlu izin namun bukan untuk kepentingan pro justisia. "Komisi III DPR sudah menunjuk Arsul Sani dari Fraksi PPP sebagai penanggung jawab penyusunan RUU tersebut dan segera memulai melaksanakan dan mengundang berbagai pendapat akademisi untuk penyusunan RUU tersebut karena penyadapan bukan hanya hak KPK," ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan apabila RUU tentang Tata Cara Penyadapan telah disahkan menjadi UU, maka KPK harus mengikuti aturan tersebut. Dia mengatakan penyusunan RUU itu akan melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, KPK, kejaksaan, kepolisian, BIN, BNPT, dan BNN.
"Kemungkinan akhir tahun ini baru tergambar drafnya dan tahun 2018 baru bisa berjalan pembahasannya. Namun, kami targetkan di DPR periode 2014-2019, RUU tersebut selesai," ujarnya.