REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR berencana menyusun Rancangan Undang-undang tentang Tata Cara Penyadapan. Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, penyusunan RUU merupakan tindak lanjut dari adanya putusan Mahkamah Konsitusi yang mengatakan penyadapan merupakan bentuk pembatasan terhadap hak privasi seseorang yang merupakan bagian dari HAM yang seharusnya diatur dengan undang-undang.
"Maka kami Komisi III DPR akan ambil inisiatif untuk membuat RUU tata cara penyadapan sebagai inisiatif DPR," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (12/9).
Menurut Bambang, pengaturan tersebut perlu diatur setingkat undang-undang agar penyadapan yang berlaku di lembaga penegak hukum maupun yang terkait seragam. Sebab, selama ini tata cara penyadapan yang harus terlebih dahulu memperoleh izin pengadilan, tidak berlaku untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Intelijen Negara (BIN) yang bukan pro justisia.
"Karna penyadapan itu bukan hanya hak KPK. tapi ada di berbagai lembaga negara lainnya seperti BIN, BNN BNPT dan lain lain, hanya memang KPKlah yang tidak membutuhkan izin, sementara lembaga lain membutuhkan perizinan. kecuali juga BIN tapi bukan pro justisia,"ujarnya.
Karenanya terkait RUU tersebut, Komisi III DPR telah menunjuk anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP sebagai penanggung jawab penyusunan RUU tersebut. Nantinya juga, penyusun akan segera memulai melaksanakan dan mengundang berbagai pendapat akademisi untuk penyusunan RUU tersebut.
Menurutnya kemungkinan juga pembahasan RUU baru bisa dimulai pada tahun 2018, sebab ia menargetkan akhir 2017 penyelesaian draft RUU. "Kita baru menyiapkan tornya. Kemungkinan akhir tahun ini baru tergambar drafnya. Mungkin tahun depan bisa jalam pembahasannya. tapi kita targetkan dalam periode kami 2014-2019 ini bisa kita selesaikan," katanya.
Menurutnya, jika RUU tersebut kemudian telah diundangkan, maka semua tata cara prosedur penyadapan akan mmegacu pada aturan tersebut, tak terkecuali KPK. "Ya pasti pembahasan kita undang KPK untuk ikut membahas. nanti gimana bentuk hasil UU-nya kan tidak bisa DPR yang nentukan tapi bersama pemerintah stakeholder lain BIN, BNN, kepolisian kejaksaan BNPT dan KPK," kata Politikus Partai Golkar tersebut.
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman juga menilai sudah seharusnya penyadapan diatur oleh UU khusus di luar UU ITE dan UU KPK. Hal itu didasari banyaknya pertanyaan soal standar opersional prosedur KPK soal penyadapan dan pihak yang berwenang menggunakan alat sadap.
"Mestinya kalau kita merajuk pada putusan MK maka kewenangan penyadapan harus diaturkan. Tadi saya bilang kalau gitu gmana SOP-nya? siapa yang mengawal alat ini," kata Benny.