Rabu 13 Sep 2017 12:54 WIB

MA Izinkan Trump Terapkan Peraturan Larangan Pengungsi

Rep: KAMRAN DIKARMA/ Red: Winda Destiana Putri
Ilustrasi Pengungsi
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Pengungsi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat (AS), pada Selasa (12/9), mengizinkan Presiden Donald Trump untuk secara luas menerapkan larangan masuknya pengungsi dari seluruh dunia ke negara tersebut. Hal ini menjadi kemenangan parsial bagi pemerintahan Trump.

Dalam keputusannya, hakim mengabulkan permintaan pemerintah Trump untuk memblokir keputusan pengadilan banding federal. Adapun keputusan banding tersebut yakni berkaitan dengan diizinkannya lebih dari 24 ribu pengungsi tambahan untuk memasuki AS sebelum akhir Oktober.

Direktur Senior Amnesty International AS Naureen Shah menilai keputusan Mahkamah Agung ini merupakan pukulan telak bagi kelompok pengungsi yang tengah mencari tempat bernaung dan berlindung. "Mahkamah Agung hari ini telah memberikan pukulan dahsyat bagi orang-orang yang rentan yang berada di titik puncak untuk mendapatkan keamanan bagi diri mereka dan keluarganya," ujar Shah.

Padahal menurutnya keputusan hukum agar pengungsi diberikan tempat di AS cukup krusial. "Mereka (pengungsi) terus mengalami kekerasan dan ketakutan yang tak terbayangkan sementara hidup mereka limbo (tempat bagi orang yang dibuang)," katanya.

Kendati demikian, saat ini pengadilan tinggi sedang mempersiapkan sebuah persidangan kunci mengenai konstitusionalitas tatanan perintah eksekutif Trump yang kontroversial. Yakni berupa pelarangan masuknya warga dari enam negara mayoritas Muslim ke AS serta membatasi jumlah pengungsi. Persidangan ini dijadwalkan digelar pada 10 Oktober mendatang.

Pada 6 Maret lalu, Presiden AS Donald Trump menerbitkan perintah eksekutif yang melarang warga dari enam negara mayoritas Muslim untuk memasuki AS. Adapun daftar negara tersebut yakni Libya, Iran, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman.

Namun belakangan peraturan terkait larangan warga Muslim untuk memasuki AS ditangguhkan atau dihentikan sementara oleh pengadilan federal. Alasannya karena peraturan tersebut dianggap berangkat dari intoleransi dan diskriminasi.

Pada awal Juni, pemerintah AS meminta Mahkamah Agung untuk memulihkan kembali larangan perjalanan Trump. "Kami telah meminta Mahkamah Agung untuk mendengarkan kasus penting ini dan yakin bahwa perintah eksekutif Presiden Trump sesuai dengan kewenangannya untuk menjaga agar negara tetap aman dan masyarakat terlindung dari terorisme," ungkap juru bicara Departemen Kehakiman Sarah Isgur Flores kala itu.

Mahkamah Agung mengabulkan permintaan tersebut pada 25 Juni. Dalam keputusannya, Mahkamah Agung melarang para pendatang dari Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman selama 90 hari dan 120 hari bagi pengungsi.

Kendati demikian, setiap orang dari enam negara terkait yang memiliki hubungan bonafide atau dapat dipercaya dengan orang atau entitas di AS, tidak dapat dilarang memasuki negara tersebut. Pemerintah Trump kemudian menafsirkan keputusan Mahkamah Agung dengan mengizinkan pasangan, orang tua, anak-anak, tunangan, dan saudara kandung untuk memasuki AS. Sedangkan kakek dan kerabat lainnya, seperti cuci, keponakan, ipar, paman, bibi, dilarang sebagai antisipasi serangan teror. 

Namun pada pertengahan Juli, Hakim federal di Hanolulu, Hawaii, Derrick Watson memutuskan mengizinkan kakek, nenek, dan kerabat lain dari enam negara mayoritas Muslim untuk memasuki AS. Watson mengkritik keras penafsiran dan definisi yang dibuat pemerintahan Trump terkait keputusan Mahkamah Agung tersebut.

Ia berpendapat penafsiran dan definisi yang diambil pemerintahan Trump terhadap hubungan keluarga merupakan sebuah antitesis akal sehat. "Akal sehat, misalnya, menentukan bahwa anggota keluarga dekat didefinisikan untuk menyertakan kakek dan nenek. Mereka adalah lambang anggota keluarga dekat," ujar Watson.

Jaksa Agung Hawaii Douglas Chin juga mendukung keputusan Watson. "Perintah Trump adalah dalih untuk diskriminasi ilegal. Anggota keluarga telah terpisah dan orang-orang sudah cukup menderita," ungkapnya.

Terkakit keputusan terbaru Mahkamah Agung, Chin mengaku dirinya menghormati keputusan tersebut. Namun, ia menyatakan saat ini sedang mempersiapkan materi untuk menghadapi persidangan kunci pada 10 Oktober mendatang.

sumber : Center
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement