REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Seorang pria di Daerah Otonomi Khusus Xinjiang Uighur divonis hukuman penjara selama dua tahun setelah melakukan perbuatan ilegal mengajar Alquran kepada orang-orang melalui grup WeChat. Demikian putusan Mahkamah Agung China yang dipublikasikan di China Judgment Online.
"Huang Shike dianggap bersalah karena menggunakan informasi melalui internet secara ilegal," bunyi putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Ili Kazak di bawah pengawasan Pengadilan Tinggi Xinjiang.
Menurut laporan Global Times, Selasa (12/9), Huang yang mengajar dan menyampaikan ayat-ayat suci Alquran tidak pada tempatnya itu menyebarkan perintah ibadah sehingga dianggap melanggar undang-undang dan aturan keagamaan di Cina. Selain itu berpotensi menimbulkan masalah sosial.
Pria berusia 49 tahun dari kelompok etnis minoritas Hui itu pada Juni 2016 menggunakan grup WeChat. Grup media sosial populer di daratan Cina itu digunakan untuk menyampaikan tata cara beribadah melalui pesan suara kepada 100 orang anggota grup yang sebagian besar adalah sahabat dan keluarganya.
Kemudian pada Agustus 2016, Huang berdakwah mengenai Hari Raya Idul Adha melalui grup WeChat lainnya. Grup WeChat tersebut juga beranggotakan 100 orang, demikian putusan tersebut.
Klausul tentang penggunaan informasi dan internet secara ilegal tertuang dalam KUHP Cina Tahun 2015. Aturan itu menyebutkan bahwa dilarang keras menggunakan laman web atau grup dalam jaringan untuk melakukan aktivitas ilegal seperti tindak penipuan, mengajari orang lain untuk berbuat kejahatan, dan menjual benda-benda yang dilarang secara hukum.
Huang ditahan pada 24 Agustus 2016 dan masa hukumannya akan berakhir pada 23 Agustus 2018. Untuk menertibkan grup medsos, seperti WeChat, QQ, dan Weibo, Lembaga Siber Cina (CAC) baru-baru ini mengeluarkan aturan baru yang berlaku efektif per 8 Oktober 2017.
Admin grup harus bisa mengatur anggota. Apa pun yang diposting di grup harus sesuai dengan undang-undang, kesepakatan di antara pengguna, dan konvensi platform media, demikian bunyi aturan baru.
Penyedia fasilitas medsos harus bisa membatasi jumlah anggota grup selain juga bisa mengidentifikasi anggota dan memastikan kredibilitasnya.