REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan pimpinan DPR tidak mempunyai kewenangan dan tidak juga mempunyai hak untuk meminta pengunduran pemeriksaan Setya Novanto ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Pimpinan DPR tidak punya kewenangan untuk minta pengunduran itu. Yang punya hak untuk meminta itu Setnov sendiri, atau kuasa hukum," tutur dia menanggapi surat dari pimpinan DPR yang meminta KPK agar pemeriksaan Setnov ditunda, Rabu (13/9).
Selain itu, menurut Fickar, adanya oknum pimpinan DPR yang membuat surat resmi ini, maka menunjukkan bahwa Setnov selaku tersangka KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-el, telah mempolitisasi penegakan hukum. Sebab tidak ada hubungannya antara dugaan perbuatan korupsi dan lembaga legislatif DPR. "Status tersangka Setnov adalah akibat perbuatannya sendiri dan menjadi tanggung jawabnya sendiri," ujar dia.
Fickar juga menyebutkan DPR khususnya pimpinan yang membuat surat, itu telah nyata secara arogan memanfaatkan lembaga negara untuk kepentingan pribadi Setya Novanto. Karena itu, patut dipertanyakan kenapa para anggota DPR yang lain diam saja dan tidak bereaksi.
"KPK hendaknya tidak mengikuti dan tidak menghiraukan permintaan itu. Penegakan hukum korupsi harus jalan terus. Termasuk menahan tersangka korupsi," lanjut dia.
Fickar mengungkapkan, tindakan yang dilakukan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang menandatangani surat tersebut, bisa ditafsirkan sebagai upaya menghalang-halangi penyidikan korupsi. Sehingga, cukup beralasan bagi KPK untuk memproses Fadli Zon berdasarkan pasal 21 Undang-undang tentang tindak pidana korupsi. "Cukup beralasan bagi KPK untuk melakukan tindakan proses sesuai pasal 21 UU tipikor," kata dia.