REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Majalah Keadilan yang mengupas tentang pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) hilang dari peredaran. Majalah Keadilan merupakan media satu-satunya yang menulis dugaan korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland (AW) 101.
Majalah Keadilan edisi 06 berjudul "Perang Bintang Kasus AW 101" dengan cover Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Marsekal (Purn) Agus Supriyatna mewarnai majalah itu.
Hal itu disampaikan oleh Pemimpin Redaksi Majalah Keadilan, Toni Hasyim. Dia mengatakan, saat ini bagian distribusi Majalah Keadilan sedang melacak siapa pihak yang memborong Majalah Keadilan.
"Memang benar majalah kami hilang dari peredaran. Kini kami sedang mencari informasi siapa yang memborong Majalah Keadilan," kata Toni dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/9)
Toni menuturkan, harusnya pada Selasa (12/9) pagi majalah sudah beredar. Tapi Rabu (13/9) pagi sampai Kamis, banyak pelanggan yang bertanya kenapa majalah belum sampai di rumah atau kantor mereka. Saat ini pihaknya juga belum mengetahui siapa yang membeli dalam jumlah banyak (borong) sehingga Majalah Keadilan hilang di pasaran.
"Kebanyakan yang komplain dari pelanggan di Jakarta Timur dan Pusat. Kemungkinan besar yang borong instansi-instansi militer. Kami tahu di dua wilayah itu, terutama Jakarta Timur banyak instansi militer," jelas Toni.
Toni mengungkapkan, Majalah Keadilan hilang dari pasaran karena mengupas tentang kasus korupsi pembelian helikopter AW-101. Panglima menuduh beberapa perwira TNI-AU terlibat korupsi. Dalam pemberitaan juga memuat sanggahan dari sumber-sumber di TNI-AU. Pihaknya mencium ada friksi antarelite militer di balik pembelian helikopter tersebut. Sebagai solusi, Presiden Joko Widodo harus turun tangan untuk mengatasi persoalan.
Toni menilai persoalan ini bukan hanya perkara korupsi, tapi ada persaingan di dalam elite militer termasuk di Kemenhan. Meski kasus sudah masuk tiga bulan, namun, belum ada penjelasan dari Mabes TNI dan KPK tentang konstruksi perkaranya.
"Dalam konstruksi perkara yang utuh, saya lihat dalam kasus ini Presiden Jokowi, Mensesneg, Menhan, Menkeu, Men PPN/Kepala Bappenas, dan banyak pejabat tinggi lain harus dimintai keterangan," jelas Toni.