REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengakui pernah dihubungi baik oleh anggota Komisi III DPR ataupun Sekretariat DPR untuk menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan uji materi mengenai hak angket dalam UU MD3 di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Memang pernah dihubungi oleh Pak Bambang Soesatyo (anggota komisi III DPR), Sekretariat DPR juga pernah hubungi saya," ujar Yusril saat di kantor MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/9).
Namun, Yusril mengatakan belum pernah bertemu dengan pihak DPR tersebut. Menerutnya, pertemuan perlu dilakukan untuk menemukan kesamaan pandangan antara pihak yang berperkara dan ahli yang akan diajukan ke sidang. "Cuma saya belum pernah bertemu untuk membahas apa yang akan diterangkan di sidang MK ini, dan juga belum tahu kapan jadwal sidangnya," jelas dia.
Karena itu, Yusril menerangkan, ia harus berdiskusi terlebih dulu dengan pihak DPR. Sebab, lanjut dia, terkadang keterangan ahli tidak selalu menguntungkan pihak yang menghadirkan ahli tersebut. Keterangan ahli, jelas dia, untuk menerangkan sesuatu berdasarkan ilmu yang dimilikinya.
"Jadi enggak bisa mengarang-ngarang, makanya saya mesti berdiskusi dulu dengan pihak yang membawa saya ke sini (MK), dan juga membaca semua isi dari yang disampaikan oleh pemohon," kata Yusril.
Dalam diskusi itu, nantinya mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Sekretaris Negara Indonesia, ini akan menerangkan pendapatnya tentang materi yang diujimaterikan. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui apakah pendapatnya menguntungkan pihak yang membawanya atau tidak. Setelah mendengar pendapat ahli, pihak tersebut kemudian menentukan akan menggunakannya di sidang atau tidak.
"Pernah juga suatu kali saya diminta memberikan keterangan oleh suatu universitas, tapi setelah bertemu, pendapat saya seperti ini, saya agak beda pendapat dengan pemohon, kalau begitu enggak jadi karena dianggap tidak mendukung mereka," papar Yusril.
DPR dalam sidang lanjutan uji materi tentang hak angket dalam UU MD3 akan menggunakan tiga ahli. Selain Yusril, juga mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie dan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita.