Oleh Sapto Andika Candra
Wartawan Republika
Nama Tan Tiong Liu sebelumnya belum pernah muncul dalam berbagai literatur sejarah Kota Padang, Sumatra Barat. Sebetulnya, sosok keturunan Tionghoa itu 'hanyalah' warga biasa, pendatang yang kemudian mencari upah di kota tepi laut tersebut.
Dokumen tentang Tan Tiong Liu tersimpan utuh di sebuah tumpukan dokumen kusam berwarna kekuningan di ruang penyimpanan arsip, Dinas Perpustaan dan Kearsipan Kota Padang. Meski bukan siapa-siapa, namun dokumen tentang Tan Tiong Liu menjelaskan keberadaan keturunan Tionghoa di Kota Padang sejak awal kedatangannya telah membaur dengan pribumi.
Dokumen yang dimaksud berjudul "Kepoetoesan Oedjian Pengemoedi Bendi", bertanggal 20 Desember 1945. Tertulis jelas nama Tan Tiong Liu sebagai pemegang surat lulus ujian mengemudi bendi, atau bisa dibilang semacam Surat Izin Mengemudi (SIM) khusus untuk bendi.
Surat ini dikeluarkan oleh 'Polisi Kota Padang Bahagian Laloe Lintas’. Dalam dokumen tersebut juga menjelaskan bahwa ada beberapa ujian yang harus dilalui seorang kusir bendi demi mendapat izin mengemudi.
Petugas kantor arsip, sekaligus pendiri Galeri Arsip Statis Kota Padang, Marshalleh Adaz menilai, keberadaan dokumen Tan Tiong Liu dalam SIM bendi yang masih tersimpan tersebut mengingatkan bahwa Etnis Tionghoa sejak dulu memang dikenal membaur dengan warga pribumi. Terbukti, sosok Tan Tiong Liu yang mau berprofesi senagai seorang kusir bendi.
Bahkan, kantor arsip juga menyimpan 9 dokumen SIM bendi lainnya yang bertuliskan nama-nama keturunan Tionghoa di atas kertasnya. Itu pun hanya sebagian dokumen yang masih terselamatkan oleh kantor kearsipan.
Adaz memperkirakan sesungguhnya terdapat belasan hingga puluhan keturunan Tionghoa di masa lalu yang berprofesi sebagai pengemudi bendi, pekerjaan kasar yang identik dengan pribumi pada saat itu. "Banyaknya kusir bendi keturunan Tionghoa menunjukkan bagaimana keragaman masyarakat yang sudah berbaur. Seperti dokumen miliknya (Tan Tiong Liu)," ujar Adaz sambil membuka perlahan lembaran dokumen yang nyaris lapuk dimakan usia, Kamis (14/9).
Adaz menambahkan, sosok Tan Tiong Liu mengajarkan masyarakat Indonesia saat ini bahwa sejak dulu keturunan Tionghoa sudah mencoba berbaur dengan tatanan masyarakat pribumi. Bahkan lanjutnya, pekerjaan sebagai pengemudi kusir pun rela mereka lakoni. "Kenapa mereka mau? Padahal Padang waktu itu masih sepi. Dan banyak lapangan pekerjaan lain. Artinya dia merasa sudah menyatu dengan Kota Padang," ujar Adaz.
Bukti menyatunya masyarakat Tionghoa Kota Padang dengan warga pribumi adalah fasihnya warga keturunan dalam berbahasa Minang. Meski, menurutnya, masih ada keturunan Tionghoa yang masih menggunakan bahasa Hokkian.
Menjadi pengemudi bendi di masa lalu memang tidak sembarangan. Dalam arsip yang tersimpan menunjukkan, seorang Tan Tiong Liu paling tidak harus memenuhi tiga penilaian untuk bisa mendapatkan SIM bendi. Penilaian tersebut adalah pemahaman tentang Undang-Undang, pemahaman tentang lalu lintas, dan kecakapan tentang pengemudi bendi.
Dalam dokumen milik Tan Tiong Liu, disebutkan bahwa kepandaian tentang oendang-oendang, tjakap. Sementara kepandaian tentang laloe lintas dan ketjakapan tentang pengemoedi bendi dinyatakan tjakap dan baik. "Keberadaan arsip lama seperti ini bisa membawa memahami kondisi masa lalu. Kita bisa belajar dari apa yang terjadi masa lalu untuk tak salah langkah ke depan," katanya.