REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penari, model, dan aktris Prancis Magali Saby berharap dirinya dianggap sebagai seniman murni ketika berada di atas panggung. Magali tidak ingin kondisi berkebutuhan khusus yang dialaminya yakni lumpuh otak atau cerebral palsy membuat ia diperlakukan berbeda.
"Di atas panggung, saya adalah seorang penari dan aktris, bukan penyandang disabilitas yang menari. Kami adalah seniman penampil, baik profesional, amatir, maupun semiprofesional," kata Magali, saat mengisi materi seminar di Auditorium Institut Prancis di Indonesia (IFI) Jakarta.
Perempuan kelahiran Paris, 1 Juli 1986 itu mengakui, memang benar bahwa orang-orang akan menandai kondisi fisik berbeda dari dirinya, tetapi hal itu bukanlah yang utama. Bagi Magali, pelurusan definisi itu amat penting bila masyarakat luas hendak memberikan legitimasi kepada seniman.
Magali yang sehari-hari beraktivitas menggunakan kursi roda pun selama ini tidak terganggu dengan kondisi tubuh ketika harus berakting atau mementaskan tari. Ia justru mengeksplorasi bahasa tubuh dan menggali inspirasi tari yang berasal dari perbedaan dirinya.
Pemandu acara televisi Prancis Objectif InDependence itu membebaskan gerak tubuhnya sehingga apa yang tadinya dianggap keterbatasan tidak lagi tampak seperti kekurangan. Magali mengolah gerakan tubuh yang tidak terkendali, kekakuan dan kelemahan otot, serta kondisi patologisnya menjadi kebebasan bergerak.
Peraih gelar Master Kajian Teater di Universitas Paris III Sorbonne-Nouvelle itu bahkan menggunakan kursi roda sebagai media kreasi di atas panggung. Magali mengalihkan fungsi kursi roda bukan sebagai perlambang disabilitas, tetapi menggali manfaat artistik seperti menyulapnya jadi instrumen musik atau cara-cara lain.
"Saya selalu tertarik untuk mempelajari bagaimana setiap individu yang berbeda-beda menyadari keunikan tubuhnya, memberanikan diri menarikan gerakan-gerakan yang dianggap asing dalam standar yang diterima masyarakat. Menerima diri yang tidak sempurna," kata dia.