Jumat 15 Sep 2017 17:09 WIB

'Si Pitik' dan Kisah Hoaks Penculikannya

Rep: Taufik Alamsyan Nanda/ Red: Agus Yulianto
Hoax. Ilustrasi
Foto: Indianatimes
Hoax. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dengan badannya yang kecil, PI, siswi SDN 01 Tanjung Duren Selatan (TDS) biasa dipanggil 'Pitik' oleh kepala sekolahnya. "Pitik..!" teriak Mulyadi, Kepala Sekolah SDN 01 TDS setiap bertemu PI. Sang bocah berlari menuju Mulyadi dan memeluknya. Begitulah Mulyadi mengisahkan keceriaan dan kelincahan PI sehari-hari.

Namun, keceriaan itu hampir saja hilang. Pada Selasa (12/9), PI melaporkan peristiwa menegangkan tentang drama singkat ia lolos dari aksi penculikan pada Senin (11/9). Penuturan PI direkam oleh seorang perempuan. Kemudian video berdurasi 2 menit 34 detik itu beredar viral melalui media sosial.

Dalam video tersebut PI mengaku, menggigit tangan seorang pria yang berusaha menculiknya. Lantas, ia kabur bersama kedua orang temannya. Di dalam mobil sang penculik, PI juga melihat 2 orang anak yang sedang dibekap dan berusaha kabur.

Selanjutnya, pada Kamis (14/9) Kepolisian Sektor (Polsek) Tanjung Duren Selatan melakukan pemeriksaan atas kasus tersebut. Sebanyak 12 orang diperiksa. Yaitu 3 siswi, 3 orang tua siswi, 2 orang komite sekolah, kepala sekolah, 1 supir yang diduga penculik, 2 guru wali kelas dan 1 guru bimbel.

Pemeriksaan dimulai dari pukul 11.00 WIB. Sampai pukul 16.30, 20 kali reka adegan diulang dengan hasil yang sama dengan pernyataan awal PI. Namun ada 1 bukti kunci yang mematahkan itu semua. Yakni rekaman kamera pengintai (CCTV) dari rumah warga.

"Dari cerita betul, ada mobil, ada kakek. Yang nggak bener itu tangan PI digigit dan ada anak dilakban di dalam mobil," ujar Mulyadi saat ditemui Republika.co.id, di ruang kantornya pada Jumat (15/9). Karena tidak seusai bukti, kepolisian meminta Mulyadi untuk membujuk PI agar berkata jujur.

"Yang bisa membantah pernyataan anak ini ya CCTV, kalau nggak ada itu mungkin akan terus ngambang. Dia tetep kekeuh dengan cerita yang ia buat," kata Mulyadi dengan raut wajah kecewa.

Mulyadi memperlihatkan rekaman kamera pengintai melalui ponselnya kepada Republika.co.id. Dalam rekaman tersebut, tekihat seorang pria membelai kepala PI. Kemudian PI berlari kencang bersama kedua temannya. Di samping sang pria ada sebuah mobil. Sesaat setelah PI berlari, terlihat 2 orang anak, mengeluarkan kepala dari jendela mobil.

Di kantor kepolisian, Mulyadi berusaha pun membujuk PI agar berkata jujur. "Kalau kamu masih sayang sama bapak, ceritakan yang sebenarnya. Karena kalau tidak, bapak akan ditahan di sini, dipenjara," Mulyadi mengulangi pernyataannya kepada PI.

Pukul 18.00 akhirnya PI luluh. Ia menangis dan memeluk Mulyadi. Penyidikan pun tuntas. Kisah penculikan PI resmi dinyatakan hoaks.

Mulyadi heran, apa motivasi bocah kelas 4 SD tersebut mengarang cerita sedemikian rupa. Selama ini, PI menjalin hubungan yang cukup baik dengan teman-temannya. Namun, ia juga mengisahkan, bahwa kedua orang tua PI sudah berpisah dan tinggal di kota yang berbeda. Saat ini PI diasuh oleh pamannya. Dalam kesehariannya, PI juga sering menonton video-video sadis di youtube.

Untuk menjaga kondusifitas keadaan dan kondisi psikologi PI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyambangi SDN 01 TDS pada Jumat pagi. Dua komisioner KPAI, Retno Listyarti dan Ai Maryati Solihah menemui Mulyadi.

"KPAI akan mendatangkan psikolog untuk mengobati trauma anak dan melihat potensi kebohongan tersebut darimana munculnya. Kita di sekolah akan menciptakan suasana yang lebih kondusif," ujar Mulyadi.

Kedatangan KPAI juga bertujuan agar PI tidak mengalami perisakan atas hal yang ia lakukan. "KPAI akan meminta sekolah berperan aktif menyosialisasi ke lingkungan sekolah agar persoalan ini tidak dibesar-besarkan, sehingga mencegah potensi bully di lingkungan sekolah terhadap ketiga anak tersebut," ujar Ai Maryati.

Sementara itu, Retno meminta agar kasus ini menjadi pembelajaran bersama, agar orang dewasa di sekitar anak mendalami dahulu suatu informasi yang dilontarkan seorang anak. "Gunakan pendekatan yang baik agar kita dapat mengetahui apakah informasi tersebut benar atau tidak,ujarnya.

Mulyadi juga berharap, agar semua pihak bisa mendinginkan keadaan. Menurutnya, tidak perlu ada yang dipersalahkan.

Mulyadi menegaskan, pihak sekolah, kepolisian, dinas pendidikan dan KPAI diminta untuk tidak mengangkat kasus ini lagi. Karena dari kepolisian sudah memberikan keterangan. Saat ini tinggal bagaimana KPAI memulihkan psikologi anak. "Ini ada hikmahnya buat kita supaya lebih menjaga anak-anak," tutup Mulyadi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement