REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, saat ini masih ada sebesar 3,4 juta rumah yang tidak layak huni. Kebutuhan akan hunian yang selalu meningkat dan juga disertai oleh faktor keterbatasan masyarakat dalam pemenuhannya, membuat banyak orang belum mampu untuk merasakan kenyamanan tinggal di rumah yang layak huni.
Begitu halnya dengan Menah. Ia tinggal di salah satu pelosok Desa di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Rumah Menah awalnya hanya terbuat dari bilik bambu, yang beratapkan seng. Jika malam tiba, dingin menusuk hingga ke tulang-tulangnya, jika matahari sedang bersinar dengan terang, tak jarang Menah dan keluarga juga merasa kepanasan saat berada di dalam rumah.
Tentu hal ini terasa amat tidak nyaman, apalagi lantai rumahnya hanya terbuat dari tanah yang di semen. Sudah lama memang, Menah bermimpi untuk memiliki rumah yang layak untuk ia huni.
“Ibu dari tahun 90’an udah di sini sama suami, sama anak-anak. Rumah masih dari bambu. Kalo malem dingin, kalo siang panas. Ya gimana lagi, gak punya uang buat bangun rumah yang bagus,” ujar duam mengenang pengalamannya.
Usaha yang ia tekuni sejak dulu adalah sebagai petani. Bersama sang suami, ia menggarap sepetak sawah peninggalan orang tua mereka dengan penuh semangat. Namun, tak sedikit pula rintangan yang mereka temui sehingga mereka tidak mampu hidup dengan sejahtera. Gagal panen yang disebabkan oleh hama dan cuaca, kerap membuat pendapatan mereka berkurang, dan bahkan merugi. Seingga mereka hanya mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan tidak dapat membangun rumah yang layak bagi keluarga.
Namun, sejak tahun 2011 silam, ia bertemu dengan Amartha. Salah satu fintek yang memeberikan pembiayaan untuk usaha kecil dan mikro. Amartha yang kini telah terdaftar dan diawasi oleh OJK, terus fokus untuk mengembangkan sektor usaha kecil dan mikro agar mampu mendorong roda ekonomi nasional, lewat perkembangan ekonomi desa.
“Pertama kali saya dapat pembiayaan dari Amartha Rp 500 ribu dulu tahun 2011, terus sampai sekarang saya sudah menerima 5 Juta. Alhamdulillah uangnya saya pakai buat mulai usaha baru, tani pepaya,” ujar dia.
Mendapat suntikan dana dari Amartha, tentu tidak disia-siakan oleh Menah. Ia jeli melihat peluang yang ada, dan akhirnya ia bertani buah pepaya di kebun belakang rumahnya. Pepaya yang ia tanam juga merupakan pepaya jenis baru dan banyak diburu oleh konsumen, yaitu pepaya Kalina yang banyak dikenal orang dengan sebutan pepaya California.
Kini sumber pendapatan keluarga Menah berasal dari dua sumber, yaitu hasil bertani di sawah dan juga bertani buah pepaya. Tentu hal ini mendatangkan rezeki lebih bagi keluarga Menah. Hingga akhirnya Menah mampu untuk membangun rumah impiannya dengan lebih layak dan nyaman mulai tahun 2013 silam.
“Ya dulu pelan-pelan dari tahun 2013, bangun dulu tembok nya pakai bata, disemen, terus bangun atapnya, terus bangun MCK, dapur. Baru di tahun 2016 selesai rumah ibu, Alhamdulilah nyaman udah gak kedinginan lagi, gak panas lagi," cerita Menah tentang perjuangannya dengan haru.
Hal ini lah yang menjadi semangat Amartha, untuk terus mendorong masyarakat unbanked di piramida terbawah, agar makin maju dan sejahtera. Amartha yang telah menyalurkan dana lebih dari 107 Miliar, saat ini telah menjangkau lebih dari 41 ribu mitra di seluruh pulau Jawa.