Ahad 17 Sep 2017 19:08 WIB

Dedi Mulyadi Jawab Tantangan Ulama di Halaqah Kebangsaan

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Hazliansyah
 Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Ketua DPD partai Golkar sekaligus Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menghadiri Halaqah Kebangsaan yang digelar di Pesantren As-Saadah, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Ahad (17/9).

Di hadapan para Kiai NU, Dedi mengatakan bahwa akar dari paham radikalisme dan intoleransi adalah tercabutnya masyarakat dari akar kultur Islam yang selama ini diajarkan oleh para pendahulu.

Menurutnya, salah satu kultur masyarakat yang hari ini hilang yaitu kultur mata pencaharian di pedesaan yang awalnya berbasis pertanian dan kehutanan. Tetapi karena perubahan gaya hidup, mata pencaharian tersebut berubah dari kultur produksi menjadi konsumsi.

Lalu, para kiai yang merupakan para pengurus Majelis Wakil Cabang PCNU Kabupaten Garut bertanya kepada Dedi soal bagaimana menyelesaikan upaya itu.

"Tadi dalam paparan bapak, katanya karena kehilangan akses terhadap ekonomi dalam hal ini mata pencaharian, orang kemudian bisa berubah menjadi radikal dan intoleran karena tekanan psikologi. Nah, bagaimana mengembalikan akses ekonomi itu kepada masyarakat?," tanya Kiai Anwar yang berasal dari Wanaraja, Garut.

Dedi pun tak gentar dengan pertanyaan itu. Ia menjawab pertanyaan dengan merujuk kebijakan yang telah dilakukannya di Purwakarta yaitu Kampung Tajur Kahuripan yang terletak di wilayah Kecamatan Bojong.

Kampung ini mempunyai karakteristik kesundaan dengan desain rumah panggung julang ngapak lengkap dengan sumber mata pencaharian masyarakatnya yang perduli pada bidang pertanian dan kehutanan.

Masyarakat disana itu, selain mendapatkan sumber ekonomi dari pertanian, juga menjaga hutan. Hutan ditanami, bukan dibabat habis. Masyarakat kota kemudian ramai datang ingin melihat. Mereka diajarkan bertani dan menginap di rumah-rumah warga.

"Ini sumber pendapatan bidang pariwisata, masyarakat juga hidup dari sana, tukang opak laku, tukang liwet laku, jadi sumber pendapatan ekonomi warga sekitar," jelasnya.

Bahkan supaya kondisi hutan tetap terjaga, Dedi mewacanakan warga yang tinggal di sekitar hutan diangkat menjadi Tenaga Harian Lepas (THL) oleh pemerintah. Mereka bertugas menanam dan merawat tanaman yang berada di hutan supaya tidak merambah hasil hutan dan berakibat kegundulan hutan tersebut.

"Warga sekitar itu digaji oleh pemerintah, diangkat menjadi Tenaga Harian Lepas sehingga hutan tetap terpelihara, mereka bertugas menjaganya," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement