REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Batu Eddy Rumpoko mengakui memiliki hubungan yang sangat baik dengan pengusaha Filipus Djap. Hal tersebut ia ungkapkan saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Tadi pemeriksaannya ditanyain seputar masalah kenal pak Filip, terus saya jawab karena kenal pak Filip karena dia pengusaha hotel, keluarganya usaha hotel. Saya kenal sama keluarganya besarnya kenal karena punya hotel, dan saya yang menyarankan untuk bangun hotel," tutur Eddy usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Ahad (17/9).
Selain itu, kata Eddy, penyidik juga menanyakan terkait permasalahan proyek pengadaan meubelair. "Ditanyain lagi ya soal masalah di kantor, masalah meubel air, ya saya bilang soal meubelair itu ada tahun 2017 jadi kan kantor kita baru. Tapi apakah sudah dilaksanakan saya juga nggak tahu, tahunya saya semua baik-baik saja semua," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Eddy juga menyampaikan kepada masyarakat Batu, bahwa merasa yakin bahwa dirinya tak terlibat. "Ya saya masih yakin bahwa proses ini tetep saya jalani dengan baik dan Insyallah mudah-mudahan saya juga tetap kuat untuk melakukan proses secara baik," ucapnya.
Politisi PDIP itu juga selalu menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima fee dari proyek meubelair tersebut. "Saya belum terima sama sekali (fee), jadi enggak tahu. Kan ada CCTV di rumah dinas ada hp saya juga, monggo silakan dicek," kata dia.
Pada Sabtu (16/9) sore, tim satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan di kota Batu, sebanyak lima orang diamankan dalam operasi tangan tersebut.Dari operasi tangkap tangan tersebut, tim penyidikan KPK mengamankan uang sekitar Rp 300 juta rupiah. Uang Rp 200 juta diterima oleh Eddy Rumpoko sedangkan Rp 100 juta diberikan kepada Eddi Setiawan dari Filipus.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Filipus disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Eddy Rumpoko dan Eddi Setyawan disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.