REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat sedikitnya 7 juta balita di Indonesia yang mengalami kekurangan gizi dan pendek (stunting).
Direktur Jenderal Kesehatan MasyarakatKementerian Kesehatan (Kemenkes)Anung Sugihantoro mengatakan, berdasarkan riset kesehatan dasar (riskesdas) 2013, sebanyak 37,2 persen atau sekitar 7 juta dari total 22,4 juta bawah lima tahun (balita) mengalami stunting. Sementara berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016, jumlah stunting sekitar 27,5 persen. "Ini masih menjadi masalah gizi karena di atas batasan organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu lebih dari 20 persen,"katanya usai diskusi 'Seperti Apa Intervensi Stunting yang Tepat?', di Jakarta, Ahad (17/9).
Dia mengatakan, stunting sebenarnya bisa diketahui sejak anak lahir, yaitu ketika si bayi mengalami bayi berat lahir rendah (BBLR) yang kurang dari 2.500 gram dan tinggi badan kurang dari 48 centimeter. Jika sang anak sudah stunting, ia menyebut tak hanya perkembangan tinggi badan menjadi pendek, tetapi kognitif juga terganggu karena kemampuan belajar rendah kehilangan sampai 5 IQ points. Selain itu metabolisme anak bisa bermasalah dan ia bisa obesitas karena makanan yang dikonsumsi tidak menjadi lemak atau otot tetapi melebar ke samping.
Ia juga bisa menderita penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes. Padahal, ia menyebut stunting bisa dicegah. Caranya dengan menunda usia perkawinan, merencanakan kelahiran anak dan memenuhi kebutuhan gizinya setidaknya empat sehat lima sempurna. Namun, ia menambahkan upaya mencegah stunting paling efektif sejak remaja. "Kalau saat ini 85 persen remaja di sekolah kan bisa mendapatian edukasi lewat sekolah seperti empat sehat lima sempurna," katanya.
Untuk itu, ia menyebut dibutuhkan kerja sama lintas sektoral seperti Kementerian Agama hingga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hingga orang tua yang menerapkan gerakan masyarakat hidup sehat untuk menyukseskan upaya ini. Jika upaya untuk intervensi stunting berhasil, ia menyebut meski tinggi badan anak tak bisa diperbaiki tetapi kemampuan kognitif bisa diperbaiki dan anak masih bisa bekerja nantinya. Ia menyebut meski bukan menjadi ahli yang membutuhkan kemampuan seperti ahli nautika, anak yang pernah stunting ini bisa bekerja dengan beban lebih ringan seperti kolektor tiket.