Ahad 17 Sep 2017 22:17 WIB

Sumbar Enggan Terapkan Harga Eceran Tertinggi Beras

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Aktivitas di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Ahad (3/9).Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komiditi beras yang mulai diberlakukan sejak Jumat (1/9).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Aktivitas di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Ahad (3/9).Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komiditi beras yang mulai diberlakukan sejak Jumat (1/9).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Provinsi Sumatra Barat mengajukan wacana pengecualian Harga Eceran Tertinggi (HET) bagi beras Solok. Alasannya, HET beras yang ditetapkan pemerintah pusat dianggap justru menekan petani. Apalagi beras Solok selama ini dikenal sebagai beras premium dengan harga yang cukup tinggi.

Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit mengungkapkan, HET yang ditetapkan melalui Permendag Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, lebih cocok diterapkan untuk beras medium atau premium yang harga pasarnya memang di bawah Rp 13.300 per kg. Hanya saja, menurutnya, beras Solok tak bisa mengikuti aturan tersebut lantaran harga jual di tingkat eceran selama ini bahkan bisa tembus ketetapan HET. Beras Solok selama ini menjadi primadona bagi masyarakat Minang lantaran kualitasnya yang prima. Konsumen di Sumatra Barat memang dikenal doyan jenis beras yang menghasilkan nasi "badarai".

"Kita tahu bahwa konsumen beras Solok ini yang menengah ke atas, dan restoran-restoran. Kelas beras Solok ini lebih tinggi. Akan sulit mengikuti HET," kata Nasrul, Ahad (17/9).

Melalui beleid penetapan HET oleh Kementerian Perdagangan, memang ditetapkan harga eceran tertinggi untuk beras medium adalah Rp 9.950 per kg dan harge eceran tertinggi untuk beras premium sebesar Rp 13.300 per kg. Meski ditetapkan sejak 1 September 2017 lalu, namun seluruh daerah di Indonesia diberikan kesempatan untuk menyesuaian kebijakan ini selama dua pekan hingga 18 September 2017 esok.

"Jadi kalau masyarakat mau beras dolok, silakan. Bisa itu HET. Namun menurut saya kalau beras Solok, kita sedang pikirkan bagaimana agar harganya fair," ujar Nasrul.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat Asben Hendri menjelaskan, sejatinya beras Solok mau tak mau harus mengikuti ketetapan HET pemerintah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, harga jual tertinggi beras Solok masih sebesar Rp 12.500 per kg. Artinya, lanjutnya, sekalipun HET diterapkan masih ada rentang margin hingga Rp 800 per kg yang bisa didapat penjual.

"Karena ini regulasi, kami akan koordinasi dengan satgas pangan. Namun, karena aturan, harus tetap diingat bahwa ini produk hukum," ujar Asben.

Meski begitu, Asben berjanji untuk menindaklanjuti usulan untuk mencoret beras Solok dari kebijakan HET. Ia mengakui bahwa pemerintah daerah cukup kaget dengan kebijakan HET yang ditetapkan pemerintah pusat yang terkesan mendadak. Namun sebelum solusi akhir bisa ditetapkan, ia tetap meminta pedagang untuk manaati kebijakan HET.

"Pedagang wajib mengikuti HET dan mencantumkan informasi jenis beras (medium atau premium) dan informasi HET pada kemasan. Sanksi bisa berupa pencabutan izin oleh instansi penerbit lain," ujar Asben.

Solusi yang ditawarkan Dinas Pertanian Sumatra Barat adalah mendaftarkan beras Solok ke dalam daftar Indikasi Geografis Terdaftar (IG). Beras-beras jenis IG diperbolehkan tidak mengikuti HET, seperti beras pandan wangi Cianjur, beras hitam, atau beras merah. Kepala Dinas Pertanian Sumatra Barat, Candra, mengungkapkan bahwa ketetapan HET bisa dikecualikan oleh Menteri Pertanian melalui penetapan beras khusus.

"Beras Solok sedang kita daftarkan sebagai beras identifikasi geografis. Sehingga dengan terdaftarnya sebagai beras Solok tak bisa didaftarkan sebagai Permendag," kata Candra.

Namun Candra mengingatkan bahwa penetapan IG harus dipatuhi oleh seluruh petani. Ketetapan beras Solok sebagai Indikasi Geografis Terdaftar maksudnya adalah beras yang memang ditanam di Solok. Bukan berarti beras dengan bibit yang sama kemudian ditanam di daerah lain bisa disebut beras Solok.

Kementerian Pertanian, kata Candra, memberikan kesempatan bagi daerah untuk mendaftarkan beras IG hingga akhir tahun 2017. Daerah yang ingin mengajukan komoditas berasnya ke dalam beras khusus harus mendaftar kepada Kementerian Hukum dan HAM.

"Yang paling pertama adalah adanya komponen yang harus diikuti. Misalnya uji kadar protein dan vitamin yang harus dilakukan," kata Candra.

Bila dokumen dan uji laboratorium bisa dilengkapi Pemprov Sumbar dengan ringkas, maka ketetapan beras khusus sebagai IG bagi beras Solok bisa diperoleh dalam satu bulan.

Salah satu perwakilan pedagang beras, Adi, mengaku akan patuh dalam kebijakan pemerintah terkait HET ini. hanya saja ia menyayangkan sosialisasi yang terkesan mendadak dan membuat pedagang kaget. Menurutnya, beras Solok tidak bisa disamakan dengan beras jenis lain yang harga jualnya lebih rendah.

"Kalau kami yang jual, nggak tahu mana beras medium mana beras premium. Tahunya jualan. Kebijakan pemerintah ini cukup bagus, namun harus disadari bahwa Indonesia punya 34 provinsi dan setiap provinsi ini hasil pengadaannya beda-beda dan standar harga beda-beda," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement