REPUBLIKA.CO.ID WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) bersikeras akan tetap meninggalkan Kesepakatan Paris. Pernyataan ini datang di tengah isu bahwa negara adidaya itu kemungkinan besar tetap akan memenuhi ketentuan dalam perjanjian mengenai iklim tersebut.
Pada Sabtu (16/9), sejumlah pejabat AS dan komisaris iklim Uni Eropa Miguel Arias Canete melakukan pertemuan untuk membahas kesepakatan itu. Menurutnya, pemerintah Negeri Paman Sam saat ini masih akan meninjau ulang ketentuan dalam perjanjian serta melunakkan sikap keras untuk menarik diri dari kesepakatan.
"AS tidak akan menarik diri dari kesepakatan Paris dan menawarkan kembali untuk terlibat dalam perjanjian ini," ujar Arias dilansir Wall Street Journal, Ahad (17/9).
Canete mengatakan AS kemungkinan akan melakukan peninjauan atas syarat yang dapat dipenuhi untuk bergabung kembali dalam. Namun, itu mungkin bukanlah sebuah bentuk negosiasi Kemungkinan besar AS akan membahas keputusan mengenai Kesepakatan paris di sela-sela Sidang Umum PBB pekan depan. Di sana, negara itu juga mengumumkan bagaimana posisi mereka sebenarnya saat ini dalam perjanjian.
"Tentu ini adalah pesan yang terkesan sangat berbeda dari apa yang kami dengar dari pernyataan AS sebelumnya mengenai posisi mereka dalam Kesepakatan Paris," kata Canete.
Kesepakatan Paris berisi sejumlah ketentuan mengenai iklim secara komprehensif untuk pertama di dunia. Perjanjian ini dibuat pada 2015 dengan tujuan utama menjaga kenaikan rata-rata suhu global.
Negara-negara yang terlibat dalam Kesepakatan Paris diharuskan mengurangi emisi karbon yang rentan membuat perubahan iklim atau pemanasan global. Saat ini, sebanyak 147 dari 197 negara telah menandatangani perjanjian itu.Hanya ada dua negara, yaitu Suriah dan Nikaragua yang memiliki abstain.
AS menjadi salah satu negara yang telah meratifikasi kesepakatan yang berlaku pada November 2016 lalu. Pada September di tahun itu, mantan presiden Barack Obama menyetujui isi perjanjian.
Meski demikian, Presiden AS Donald Trump kemudian mengumumkan bahwa negaranya telah menarik diri dari Kesepakatan Paris pada 3 Juni. Ia mengatakan diperlukan negosiasi terlenih dahulu untuk mencapai bagaimana perjanjian dapat dibuat dengan lebih adil.
Trump yang mulai menjabat sejak 20 Januari lalu sebagai Presiden AS mengaku keberatan dengan kesepakatan itu. Ia menilai bahwa ketentuan yang ada dalam perjanjian Paris hanyalah tipuan yang dibuat oleh Cina.
Sepanjang kampanye presiden pada 2016, Trump berulang kali mengatakan bahwa isi kesepakatan itu berdampak sangat buruk bagi perekonomian AS. Miliarder itu melihat banyak kemungkinan bahwa birokrat asing memanfaatkan hal itu untuk mengendalikan jumlah energi yang dimiliki negara itu.
Ia mengklaim bahwa Kesepakatan Paris telah membuat indeks perekonomian AS menurun hingga 3 triliun dolar AS. Tak hanya itu, sebanyak 6,5 juta pekerjaan hilang akibat ketentuan dalam perjanjian tersebut.
"Sementara, negara saingan kami seperti Cina dan India mendapat perlakukan lebih baik. Untuk memenuhi kewajiban melindungi negara dan seluruh masyarakat, AS keluar dari Kesepakatan Paris," jelas Trump.
Menanggapi pernyataan Canete, juru bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengatakan bahwa tidak akan ada perubahan dalam posisi AS untuk Kesepakatan Paris. Ia menegaskan bahwa negara itu tetap pada pendirian bahwa isi perjanjian dapat memberikan keuntungan atau lebih adil bagi mereka.
"Seperti yang telah dikatakan oleh presiden dengan sangat jelas, AS tetap menarik diri, kecuali jika kita dapat masuk kembali dengan syarat yang lebih menguntungkan negara kita." ujar Sanders.