REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar Radikalisme dan Terorisme Prof Dr Hermawan Sulistyo menyatakan bahwa teroris yang ada di Asia Tenggara bersumber dari Filipina Selatan, sedangkan di Indonesia semuanya jaringan pranala (link) dari Filipina.
"Dari dalam sendiri bibit teroris itu ada dan tumbuh karena adanya ketimpangan ekonomi, seperti Mukhlas dan Amrozi asalnya dari daerah miskin," katanya, seusai menghadiri acara Silaturahmi dan Halaqoh Ulama, Umaro dan Tokoh Masyarakat dalam rangka Merumuskan Kepentingan Nasional Bangsa Indonesia tentang Bahaya Radikalisme dan Terorisme di Ponpes Al Munir, Desa Kalianget, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Ahad (17/9).
Ia mengemukakan, karena adanya ketimpangan ekonomi dan tumbuh teroris baru serta para teroris mulai "membungkusnya" dengan agama yang salah, sehingga perlu mengandalkan pondok pesantren tradisional NU dalam menanggulangi terorisme, karena tidak ada tradisi radikalisme pada NU dalam pengertian kenegaraan.
Pembubaran organisasi radikal oleh pemerintah, katanya pula, sangat tepat dilakukan dan seharusnya pemerintah mengambil langkah pembubaran organisasi radikal dilakukan sejak dari dulu. "Sebelum organisasi radikal 'meledak' atau bertambah besar organisasinya memang lebih baik dibubarkan. Prosesnya perlu penyadaran," ujarnya.
Ia mencontohkan, di Singapura ada 85 orang tersangka teroris yang ditangkap oleh aparat tanpa proses praperadilan dan tidak ada pemenuhan hak asasi manusia (HAM). "Tetapi, keesokan harinya semua keluarga tokoh teroris yang ditangkap itu, mulai istri-istrinya diurusi negara dan anak-anaknya juga disekolahkan oleh negara," katanya.