Senin 18 Sep 2017 15:47 WIB

Ahli Psikologi: Ada 3 Kondisi Salah Tingkah Miryam

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus KTP Elektronik Miryam S Haryani
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Terdakwa kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus KTP Elektronik Miryam S Haryani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi Ahli Psikologi Reni Kusumawardani memaparkan ada tiga kondisi dalam video pemeriksaan Miryam S. Haryani, yang membuat anggota DPR RI Fraksi Partai Hanura itu salah tingkah saat diperiksa penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 1 Desember 2016. Tiga kondisi tersebut membuat Miryam tampak gelisah dan tertekan.

"Kami melihat ada informasi yang diberikan secara eksplisit terdengar dengan jelas di situ konten verbal Ibu Miryam, di dalam proses pemeriksaan awal pada 1 Desember 2016 mengenai beberapa peristiwa," kata Reni saat bersaksi di persidangan kasus pemberian keterangan tidak benar dalam sidang kasus proyek KTP-el dengan terdakwa Miryam S. Haryani, di PN Tipikor Jakarta, Senin (18/9).

Kondisi pertama, yakni ketika Miryam memberikan keterangan bahwa dia diberitahu oleh rekan-rekannya di DPR, terkait nama dirinya yang termasuk ke dalam daftar nama-nama yang tersangkut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-el. Pemberitahun ini sudah terjadi sebulan sebelum pemeriksaan Miryam di KPK.

"Dan terbukti setelah itu (Miryam) mendapat panggilan sepekan sebelum hari pemeriksaan sebagai saksi. Artinya di sini sebagian terjawab bahwa sebelumnya sudah ada kegelisahan yang ternyata harus hadir di dalam proses pemeriksaan, apalagi ada orang-orang banyak yang terlibat di belakangnya," kata Reni.

Kedua, kondisi yang bikin Miryam gelisah saat diperiksa di KPK, adalah ketika mengatakan dirinya dipanggil oleh rekan di DPR sebelum memberi keterangan di KPK. Dalam video pemeriksaan itu, Miryam menyampaikan bahwa dia diberi arahan dan batasan-batasan dalam memberikan keterangan di KPK.

"Dari video yang kami tonton dan yang kami observasi Bu Miryam mengatakan dipanggil oleh rekan di DPR sebelum memberi keterangan di KPK. Hal ini dipahaminya dan juga disampaikan di dalam video tersebut, seperti diberi pengarahan dan batasan-batasan dalam memberikan keteranga (di KPK)," papar Reni.

Kondisi ketiga, ketika Miryam menyampaikan keterangan bahwa dirinya dimintai uang untuk penjagaan karena sudah ada surat panggilan dari KPK. Namun, Miryam tidak memberinya. Karena, ia merasa uang yang ia terima terkait kasus KTP-el itu sedikit dan tidak sebanding dengan uang yang diminta untuk penjagaan.

"Dalam percakapan tersebut memang disebutkan nama-nama yang tak perlu saya sebutkan di sini karena saya juga tak hafal karena saya tak meneliti konten dan hanya untuk membuktikan apakah ada ketertekanan dari faktor lain di luar proses penyidikan," jelas dia.

Tiga kondisi tersebut membuat Miryam melakukan gerakan dalam waktu agak lama dan berulang. Misalnya melihat ke arah jendela, tangan dilipat seperti kedinginan, tangan menopang dagu dan tingkat lainnya. Perilaku Miryam itu, dalam laporan hasil penelaahan tim psikologi forensik yang dibacakan hakim, menunjukkan indikasi ketidaknyamanan psikologis dan ingin keluar dari kondisi pemeriksaan di KPK tersebut.

Karena itu, Reni menyatakan memang ada rentetan peristiwa yang terjadi sebelum proses penyidikan dan cukup signifikan untuk memicu perasaan tertekan, konflik batin atau kegelisahan tersebut. Perasaan tertekan ini, jelas dia, terlihat dari penampilan dan perilaku secara umum yang ditunjukkan Miryam saat disidik di KPK.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement