REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, akan mendorong pelaku usaha mikro, kecil dan menengah pengolah sampah plastik di wilayahnya memanfaatkan program aspal berbahan baku plastik sebagai peluang pasar baru.
"Di Kecamatan Bantargebang ada dua tempat pembuangan besar sampah plastik berskala besar milik dua wilayah. Kami akan dorong para pelaku UMKM untuk memanfaatkan peluang pasar aspal plastik ini," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Bekasi Tri Adhiyanto di Bekasi, Senin (18/9).
Dua lokasi penghasil sampah plastik itu adalah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang milik Pemprov DKI Jakarta dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu milik Pemkot Bekasi. Tri mengatakan, pola pengolahan sampah plastik yang belum bersifat masiv seperti saat ini berpotensi membuat biaya pengadaan bahan baku aspal plastik menjadi relatif mahal.
"Saya khawatir harga jual bahan baku plastik ini masih di atas rata-rata harga pasaran aspal biasa, sebab pembuatannya belum bersifat masif," katanya.
Untuk itu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Bekasi sedang berkoodinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat untuk mengintensifkan produksi pengolahan limbah plastik secara massal di wilayahnya. "Yang membuat khawatir justru harganya, kan belum diproduksi massal. Kami sedang berkomunikasi dengan instansi terkait agar bahan baku plastik untuk aspal ini bisa diproduksi secara massal dengan melibatkan asosiasi pengolahnya di tingkatan UMKM serta pelapak sampah," kata dia.
Tri mengatakan, pemanfaatan sampah plastik menjadi bahan perekat aspal mulai digandrungi oleh sejumlah negara maju karena diklaim mampu menekan biaya produksi dan pengerjaan jalan umum. "Kalau untuk kualitasnya, sampah plastik ini sudah melalui verifikasi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian PUPR. Di beberapa negara pun sudah mulai memakai aspal ini," katanya.
Pada Sabtu (16/9), Jalan Raya Sultan Agung, Kecamatan Mendasatria, Kota Bekasi telah menjadi titik uji coba aspal plastik kedua setelah Bali. Dari hasil penelitian tersebut, aspal berbahan baku plastik terbukti memiliki daya rekat yang lebih tinggi dibandingkan aspal biasa.
Tri mengatakan, aspal plastik ini bisa lebih merekat ke permukaan tanah serta mampu menyatukan material pelapis jalan lebih lama dibandin aspal biasa. "Namun tetap saja ketahanan aspal pada umumnya bergantung pada kapasitas bobot jalan dan kondisi cuaca di daerah," katanya.
Keuntungan yang akan didapat dari pemakaian aspal berbahan dasar sampah plastik tersebut adalah untuk kelestarian lingkungan."Sampah plastik merupakan sampah yang paling sulit terurai. Butuh ratusan tahun untuk menunggu sampah tersebut terurai," katanya.
Kepala Balitbang Kementerian PUPR Danis Hidayat Sumadilaga mengatakan setiap satu kilometer jalan dengan lebar tujuh meter, membutuhkan campuran limbah plastik sebanyak 2,5 hingga lima ton. Kementerian PUPR memprediksi, jumlah sampah plastik di Indonesia pada 2019 diperkirakan mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada.
Dengan estimasi plastik yang digunakan 2,5-5 ton per km jalan, kata dia, limbah plastik dapat menyumbang kebutuhan jalan di Indonesia sepanjang 190 ribu kilometer.