REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el, Miryam S. Haryani menuturkan keterangan ahli psikologi forensik dalam persidangan dirinya tidak memenuhi unsur keadilan karena ahli tersebut memberikan kesaksian hanya berdasarkan pada video rekaman pemeriksaan.
"Kan tidak ada yang saya rasakan. Psikolog kalau berdasarkan rekaman ini tidak fair dong. Karena ada manusianya, saya yang rasakan," kata Miryam usai sidang di PN Tipikor Jakarta, Senin (18/9).
Menurut Miryam, kesimpulan yang disampaikan tim ahli psikologi forensik dalam persidangan pun menggunakan kata 'signifikan'. Sehingga, menurutnya, berarti ada indikasi separuh tertekan dan separuhnya lagi tidak.
"Saksi ahli mengatakan ada indikasi secara signifikan berarti dalam tanda kutip saya tafsirkan ada separuhh tertekan dan ada yang tidak. Ternyata kan bahwa saya itu stres, sempat ke kamar mandi dan sebagainya, secara psikis tertekan itu ada. Makanya kesimpulannya secara signifikan. Berarti ada indikasi separuh tertekan separuhnya yang enggak," lanjut Miryam.
Miryam dalam kesempatan itu tetap bersikeras bahwa dirinya memang ditekan oleh penyidik saat diperiksa di KPK Desember 2016 lalu. Dia juga membantah adanya tekanan yang datang dari luar yakni dari anggota DPR RI. "Dari luar yang mana, enggak ada, kan saya dari luar," ujar dia.