REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Masyarakat diimbau tenang pasca longsor di areal kawah gunung api Galunggung pada Sabtu (16/9). Berdasarkan pengamatan oleh pos pemantauan/Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), ditemukan longsor terjadi bukan akibat aktivitas seismologi. Sehingga aktivitas magma gunung Galunggung terbilang normal saat ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua pos pemantauan/PVMBG Heri Supartono. Ia mengklarifikasi kalau yang terjadi bukan longsor, melainkan runtuhan. Perbedaannya dipandang dari letak jatuhnya material yang dekat. Apalagi lokasi tebing berada dalam kondisi vertikal. Dengan posisi seperti itu maka tebing rawan runtuh dari pergerakan tanah.
"Murni gerakan tanah karena tidak ada aktivitas magma, kondisi Galunggung masih normal. Tapi tebing vertikal rawan gerakan tanah. Ini bukan
longsor tapi runtuhan karena materialnya jatuh ke bawah, masuk istilah geologinya runtuhan," katanya pada wartawan, Senin (18/9).
Ia menilai peristiwa runtuhan itu bukan hanya diakibatkan oleh tingginya curah hujan. Bahkan dengan musim kemarau saat ini bisa membuat runtuhan material tebing terjadi.
"Bukan akibat vulkanik, penyebab pertama kontur tanah vertikal, riskan jatuh dan ada kemarau panjang tanah kering. Longsor bukan cuma dari curah hujan tinggi, tapi dari kekeringan juga," ujarnya.
Dari pengamatan visual maupun seismik, gunung Galunggung ia menyatakan belum ada aktivitas membahayakan. Sehingga ia berharap kejadian runtuhan tak membuat masyarakat panik.
"Kalau ada kegempaan meningkat kemudian visual ada babel (kabut), warna air berubah dan suhunya berubah (ciri peningkatan aktivitas gunung api). Tapi itu belum ada jadi belum naik status. Sampai saat ini normal. Data-data juga normal," sebutnya.