REPUBLIKA.CO.ID,BANYUMAS -- Aktivitas penambangan liar di sepanjang sungai Serayu, sebenarnya sudah cukup banyak yang mendapatkan peringatan. Kepala Balai Pengkajian Pengawasan Pengendalian Dinas ESDM Jawa Tengah wilayah Slamet Selatan, Edy Sucipto, menyebutkan sejauh ini sudah 16 titik lokasi penambangan liar yang mendapat peringatan agar aktivitas penambangan segera dihentikan.
''Namun mengingat keterbatasan pesonil, maka yang benar-benar diambil tindakan baru di satu lokasi. Itu pun yang menggunakan alat berat, karena dampak kerusakan lingkungan berlangsung sangat cepat,'' katanya, Senin (18/9).
Akhir pekan kemarin, tim gabungan Polda Jawa Tengah, Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak Yogyakarta, melakukan razia aktivitas penambangan liar. Dalam razia tersebut, tim menyita tiga alat berat jenis begho di lokasi penambangan Sarayu Desa Kanding Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas.
Edy menyebutkan, penyitaan dilakukan karena pengelola penambangan bahan galian C tersebut pasir tersebut tidak memiliki izin. ''Kita sudah berulang kali memberikan peringatan, namun peringatan tersebut tidak pernah digubris,'' jelasnya.
Menurutnya, alat berat yang disita saat ini diamankan di beberapa lokasi. Satu unit dititipkan di halaman kantor Balai Pengkajian Pengawasan dan Pengendalian ESDM wilayah Slamet Selatan di Purwokerto, dan dua unit dititipkan Balai ESDM Purworejo.
Soal tindak lanjut kasus tersebut, Edy menyatakan hal itu merupakan kewenangan tim. Namun dia menegaskan, pengelola tambang telah melanggar pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Dia menyebutkan, kerugian yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan liar tersebut, bukan hanya dalam aspek lingkungan saja. Namun dalam kasus ini, negara juga sudah dirugikan karena mereka tidak pernah membayar pajak. ''Padahal dalam sehari, mereka bisa mengangkut paling tidak 60 truk pasir,'' jelasnya.