Senin 18 Sep 2017 20:13 WIB

Manuskrip Islam Lebih Terpelihara di Pusat Studi Barat

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Meski terlihat ironis, nyatanya banyak manuskrip Islam tersebut yang jauh lebih terpelihara di pusat-pusat studi Barat, melebihi apa yang dilakukan oleh ilmuwan Muslim. Sejak era kolonisasi, perhatian dunia Islam terhadap naskah-naskah Islam kurang.

Hal ini seiring surutnya tradisi pengkajian ilmu pengetahuan dan lemahnya kekuatan politik umat. Karena itu, tidak heran bila justru banyak naskah-naskah Islam yang diangkut ke Barat dan dikaji oleh para akademisi Eropa. Mereka giat mengkaji manuskrip Islam untuk berbagai keperluan. Pertama, mengembangkan khazanah keilmuan mereka. Atau kedua, untuk mengetahui kondisi masyarakat Muslim demi melanggengkan misi kolonisasi di negara-negara Muslim.

Ketua Institute of Orientalism Rusia, Dr Mikhael Abiyatrovsky, meyakini keberadaan manuskrip Islam di perpustakaan-perpustakaan negaranya amat penting. Barat memiliki kepentingan untuk memahami peradaban Arab dan Islam. "Karena itu, harus ada sekelompok orang yang mengkaji manuskrip hingga semua bisa mengetahui secara sempurna peradaban Arab. Hanya lewat manuskrip, kita memperoleh informasi yang valid karena benda itu rujukan awal," kata Abiyatrovsky.

Superioritas Barat dalam studi manuskrip Islam tidak menafikan pengkajian sarjana-sarjana Muslim. Di kalangan Muslim, upaya pengkajian dan inventarisasi manuskrip juga dilakukan. Seorang bibliografer asal Persia abad ke-10, Ibnu an-Nadim, adalah salah satu tokoh terkemuka di bidang ini.

Ia menulis sebuah karya bibliografi manuskrip Islam berjudul al-Fihrist (938M) yang telah dilengkapi dengan catatan kritis. Kitab ini juga memuat judul, nama pengarang, lokasi penulisan atau penerbitan, jumlah halaman, dan kondisi fisik naskah.

Kitab al-Fihrist dikenal sebagai ensiklopedia kebudayaan Islam Abad Pertengahan. Guru besar Universitas Colorado, Mehdi Nakosteen, menyebut al-Fihrist sebagai salah satu dokumen terpenting dalam sejarah peradaban Islam. Lewat Ibnu an-Nadim, Muslim pada kemudian hari mengenali karya-karya intelektual Muslim terdahulu. Karya ini menuntun ilmuwan Muslim modern dalam pengkajian karya-karya klasik dunia Islam.

Upaya itu terus berlanjut hingga hari ini. Semakin banyak sarjana Muslim yang menyadari keperluan umat terhadap manuskrip. Namun, studi manuskrip menjadi mimpi di tengah kecamuk perang di berbagai dunia Islam. Konflik dan perang bukan iklim bagi manuskrip yang rapuh dan mudah hancur.

András Riedlmayer dari Harvard University dalam From the Ashes: The Past and Future of Bosnia's Cultural Heritage, misalnya, mendokumentasikan pengeboman masjid dan perpustakaan di Bosnia yang telah menghancurkan ribuan khazanah manuskrip Islam. Kondisi serupa terjadi di negara-negara Muslim yang terus bergolak, seperti Suriah, Yaman, Mesir, dan Afghanistan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement