REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan ada banyak faktor yang memicu kepala daerah menerima suap dari rekanan. Salah satunya faktornya yakni niat pelaku untuk korupsi sangat kuat.
Dia pun menyebutkan salah satu motif kuat kepala daerah, yaitu yang bersangkutan harus mengumpulkan uang untuk proses pemilu selanjutnya. Karena itu, Nainggolan mengungkapkan proyek pengadaan barang dan jasa di Daerah kerap dijadikan target korupsi para kepala daerah.
"Kenapa mengumpulkan dana? karena pemilunya mahal," kata dia saat ditemui di Kantor DPP Partai Golkar, Senin (18/9).
Menurut dia, KPK sudah berupaya melakukan pencegahan agar kepala daerah tidak melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. “Bahwa masih ada yang kena OTT, dari 500 sekian (kepala daerah), ada yang macam-macam, ada yang dingatkan nggak mau, ada yang sudah mau," ujar dia.
Pahala menerangkan bagian pencegahan di KPK mencoba mendorong kembali tata kelola di daerah. Di antaranya dengan pengawasan pengadaan, perizinan, perencanaan APBD, dan penguatan inspektorat. Tapi, dia melanjutkan, cara-cara tersebut tidak bisa langsung tercapai.
Nainggolan memberikan conntoh, dalam pengadaan keperluan daerah, hingga saat ini KPK masih mencari formula yang paling pas seperti pembentukan ULP (Unit Layanan Pengadaan) yang mandiri. "Kita pikir itu salah satu obat dalam masalah pengadaan, tapi di balik itu \Ikan\I banyak lagi yang lain, seperti pengadaan partai dan lain," jelas dia.
Karena itu, dia mengakui akan ada banyak ‘pekerjaan rumah’ KPK ke depan. Salah satu pembenahan kepala daerah dengan membangun partai yang berintegritas. Namun, hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk membangun sistem parpol yang berintegritas.
Sekarang, ini KPK memprioritas isu-isu fundamental dan membangun partai yang berintegtitas. "Tapi kalau praktikal sekarang saja, kalau pengadaan terbukalah dia, harganya bisa dikontrol, ada katalog," ujar dia.