REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asrul Sani mengatakan, gencarnya KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kemungkinan akan disinggung sebagai bagian dari rekomendasi. Akan tetapi, sorotan DPR terhadap kinerja KPK sebetulnya bukan soal gencarnya OTT tersebut.
"Bukan itu, tetapi lebih beberapa hal yang dianggap tidak diberi fokus yang memadai," ujar Asrul ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (18/9).
Asrul menjelaskan hal-hal apa saja yang menjadi sorotan DPR terhadap kinerja KPK itu. Pertama, soal kelanjutan penanganan kasus-kasus korupsi besar seperti bank Century, Rumah Sakit Sumber Waras, Reklamasi, dan lain-lain.
"Lalu, adanya penetapan beberapa tersangka yang sudah berulang tahun penetapannya, tapi belum jelas kapan proses hukum terhadap yang bersangkutan dilakukan," kata dia.
Sorotan berikutnya, lanjut dia, adanya begitu banyak orang-orang yang dalam surat dakwaan KPK disebut bersama-sama yang berarti terjadi penyertaan tindak pidana. Namun, tidak jelas kelanjutannya meski ada perkara terkait yang sudah inkracht putusannya.
"Keempat, adanya audit BPK yang menunjukkan adanya penyimpangan dalam pengelolaan atau penggunaan anggaran," kata dia.
Poin kelima, menurut Asrul, adalah tidak berjalannya fungsi triger mechanism bagi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan yang justru menjadi alasan utama pembentukan Undang-undang.
Kendati demikian, ia menyebutkan, gencarnya OTT yang dilakukan KPK belakangan ini tentu kemungkinan akan disinggung sebagai bagian dari rekomendasi yang akan dikeluarkan oleh Pansus Hak Angket KPK.
"Tentu kemungkinan akan disinggung. Yang jelas tidak untuk melemahkan (KPK)," ucapnya.