Selasa 19 Sep 2017 09:55 WIB

Sejumlah Kebutuhan Pokok Mulai Langka di Jayawijaya

Red: Andi Nur Aminah
Pedagang saat menimbang gula pasir di Pasar palmerah, Jakarta.
Foto: dok. Republika
Pedagang saat menimbang gula pasir di Pasar palmerah, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, WAMENA -- Kebutuhan pokok seperti gula dan tepung yang di jual di pasaran di Kabupaten Jayawijaya, Papua mulai berkurang jumlahnya. Jika tidak ditangani segera maka pada Oktober, November komoditas ini akan lebih sulit didapati dibandingkan bulan September.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Perindustrian dan Perdagangan (Disnakerindag) Jayawijaya Semuel Munua, saat di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Selasa (19/9) mengatakan kelangkaan itu disebabkan karena keterbatasan armada pengangkut dari luar ke Jayawijaya. "Berdasarkan laporan dari pedagang, yang sekarang sudah kurang itu gula, tepung terigu, mie instan, termasuk semen. Pedagang juga mengatakan bahwa dua minggu lalu mie instan sudah kurang dan hari ini mie sudah tidak ada," kata Semuel Munua.

Untuk mengantisipasi agar kebutuhan masyarakat tidak kosong menjelang hari raya Natal pada Desember mendatang maka telah dilakukan pertemun dengan berbagai pihak untuk membahas persoalan tersebut. "Kalau satu bulan ke depan kita tidak tangani maka September, Oktober itu sudah langka. Karena pada bulan-bulan itu kebutuhan penyelesaian proyek-proyek bangunan meningkat, dan juga masyarakat sudah mulai belanja untuk persiapan Natal. Perayaan Natal memang tanggal 25 Desember tetapi orang belanja pada bulan November. Maka saya cepat buat rapat dengan pedagang tentang masalah yang mereka hadapi dan semua mengatakan persoalannya hanya satu, yaitu satu pesawat sudah terbatas," kata Semuel Munua.

Selain empat komoditas di atas, bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin di Jayawijaya juga mengalami kelangkaan. Harga BBM per liter di tingkat pengecer dinaikkan hingga mencapai Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu per liter. Bahkan pada Selasa pagi sudah mencapai Rp 25 ribu per liter.

Persoalan kenaikan harga bensin di tingkat pengecer ini sudah dibicarakan juga antara permerintah kabupaten dengan pengusaha atau agen premium dan minyak solar (APMS) dan dari hasil pertemuan disebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya kenaikan harga adalah masalah transpotasi atau penerbangan. "Harga yang tidak wajar Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu ini terjadi karena kondisi kekurangan pasokan. Artinya seperti yang tadi saya jelaskan, misalnya di APMS Lasminingsih (salah satu dari tiga APMS) mustinya periode tanggal 1-17 harus 1.020 drum, tetapi realisasi itu 637 drum jadi masih belum terangkut itu 383 drum. Jadi istilahnya kita perlu 100 tetapi diangkut cuma 600-700," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement